Label

Senin, 02 Januari 2012

VALUTA ASING


Ahmad Syathiri, 24 Januari 2011
JUAL BELI VALUTA ASING (AL-SHARF)
 A.      Pendahuluan
           Dalam era globalisasidewasa ini, perkembanagan perekonomian sutu negara tidak hanya ditentukan oleh negara yang bersangkutan, akan tetapi terpauat dengan sistem perekomian global, khususnya dalam bidang perdagangan internasional.
Utuk itu tidak bisa tidak, dan lalu lintas perdagangan tidak bisaterlepas dari peredaran mata uang asing dalam suatu negara dan untuk itu dengan sendirinya di tengah perkembangantersebut terjadilah penawaran dan permintaan devisa di bursa valuta asing, yang pada gilurannya akan melahirkan transaksi (jual beli) valuta asing.

Setiap negara merdeka di duniaini berwewenang untuk menentukan kurs (nilai kutukar mata uang suatu negara dengan negara lain) dan nilai tukar ini dapat saja berubah sewaktu-waktu, sesuai dengan kondisi perekonomianmasing-masing negara. Dengan kondisi seperti ini lahirlah transksi jual beli  valuta asing.
Yang menjadi persoalan sekarang adalah bagaimana transaksi jual beli valuta asing ini dalam pandangan hukum Islam?.
B.      Pengertian dan Jenis Valuta Asing
Istilah al—sharf yang berarti jual beli valuta asing dapat ditemukan dalam beberapa kamus. Muhammad al-Adnani mendefinisikan al-sharf dengan tukar menukar uang. Dalam kamus al-Munjid fi al- lughah disebutkan bahwa al-sharf berarti menjual uang dengan uang lainnya. Yang dalam istilah Inggris adalah money changer. Taqiyuddin an-Nabhani mndefinisikan al-sharf dengan pemerolehan harta dengan harta lain, dalam bentuk emas dan perak, yang sejenis dengan saling menyamakan antara emas yang satu dengan emas yang lain, atau antara perak yang satu dengan peraj yang lain (atau berbeda sejenisnya) semisal emas dengan perak, dengan menyamakan atau melebihkan antara jenia yang satu dengan jenis yang lain.

Dari beberapa jenis di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa al-sharf merupakan suatu perjanjian jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya, transaksi jual beli matauang asing yang sejenis (misalnya rupiah dengan rupiah ) maupun yang tidak sejenis (misalnya rupiah dengan dolar atau sebaliknya). Dalam literatur klasik, ditemukan dalam bentuk jual beli dinar dengan dinar, dirham dengan drham atau dinar dengan dirham. Tukar menukar seperti ini da dalam hukum Islam termasuk salah satu cara jual beli, dan dalam hukum perdata Barat disebut dengan barter.
Taqiyuddin an-Nabhani menyatakan bahwa jual beli mata uang atau pertukaran mata uang merupakan transaksi jual beli dalam bentuk finansialyang menurutnya mencakup :
  1. Pembelian mata uang dengan mata uang yang serupa seperti pertukaran uang kertas danar baru Irak dengan kertas dinar lama.
  2. Pertukaran mata uang deangan mata uang asing seperti pertukaran dalar dengan Pound Mesir
  3. Pembelian barang dengan uang tertentu serta pembelian mata uang tersebut dengan mata uang asing seperti membeli pesawat dengan dolar, serta pertukaran dolar dengan dinar Irak dalam suatu kesepakatan.
  4. Penjualan barang dengan mata uang, misalnya dengan dolar Australia serta pertukaran dolar dengan dolar Australia.
  5. Penjualan promis (surat perjanjian untuk membayar sejumlah uang) dengan mata uang tertentu.
  6. Penjualan saham dalam perseroan tertentu dengan mata uang tertentu.
Masing-masing kegiatan di atas merupakan dua macam bentuk aktivitas, yaitu aktivitas jual beli dan aktivitas pertukaran. Sehingga untuk masing-masing aktivitas tesebut bisa diberlakukan hukum jual beli dan pertukaran srta hukum-hukum adanya perbedaan transaksi. Penjualan mata uang dengan mata uang  yang serupa atau penjualan mata uang dengan mata uang asing dalam Islam dikenal sebagai aktivitas al-sharf.
Praktek al-sharf tersebut bisa terjadi dalam bentuk uang sebagaimana yang terjadi dalam pertukaran emas dengan perak, sebab sifat emas dan perak bisa berlaku untuk jenis barang tersebut yang sama-sama merupakan mata uang, dan bukannya dianalogikan pada emasdan perak.
Dewasa ini jual beli uang biasanya terjadi di bursa valuta asing (valas). Bursa valas ini diartikan dengan mekanisme, di mana orang dapat mentransfer daya beli antar negara, memperoleh atau menyediakan kredit untuk transaksi perdagangan internasional dan meminimalkan kemunginan resiko kerugian akibat trjadinya fluktuasi kurs suatu mata uang.
Transaksi di pasar valuta asing terdiri dari dua jenis tingkatan, yaitu antar bank (wholesale market) dan klien (retail market). Transaksiindividu dalam pasar antar bank biasanya berjumlah sangat besar misalnya dalam kelipatan jutaandolar. Sedangkan kontrak antar bank dengan nasabah biasanya dibuat dalam jumlah tertentu dan bisa dalam jumlah yang relatif kecil.
Peserta yang aktif melakukan transaksi pada dua tingkat pasar di atas terdiridari empat golongan, yaitu :
Dealer valuta asing bank dan non bank. Dealer bank-bank dan non bank beroperasi dikedua pasarantar bank dan nasabah. Mereka ini memperoleh keuntungan dengan membeli valuta asingpada harga permintaan (bid) dan menjualnya kembali pada harga yang sedikit lebih tinggi dari pada harga penawaran (offer).
b.Perusahaan dan individu menggunakan pasar valuta asing untuk mempermudah pelaksanaan transfer  investasi atau komesil. Kelompok ini terdiri dari para importir, investor internasional, perusahan-perusahaan multinasional. Mereka menggunakan pasar valuta asing untuk tujuan investasi.
c. Spekulator dan arbitrase. Mereka ini melakukan transaksi dalam pasar valuta asing untuk memperoleh keuntungan. Arbitrase pada prinsipnya merupakan suatu bentuk spekulasiyang terdapat dalam valuta asing, di mana mereka membeli suatu valuta asing, di mana mereka membeli suatu valuta asng di suatu pusat keuangan kemudian menjuanya kembali dipusat keuangan lain untuk memperoleh keuntungan. Kegiatan arbitrase ini dimungkinkan oleh mudah dan cepatnya dilakukan transfer dengan menggunakan alat telegrafik antara pusat keuangan satu dengan pusat keuangan dunia lainnya.
Motif mereka ini berbeda dengan dealer, karena spekulator dan arbitrase beroperasi hanyaa untuk kepentingan mereka sediri tanpa suatu kebutuhan atau kewajiba untuk melayani klien atau untuk memastikan kontinuitas pasar. Sedangkan dealer mencari keuntungan dari spread antara permintaan dan penawaran dan hanya secarra insedentil mencari keuntunagn dari prubahan-perubahan harga. Semmentara spekulator mencari seluruh keuntungan dari perubahan-perubahan harga secara simultan. Spekulasi dan arbitrase dalam jumlah besar biasanya dilakukan oleh trader. Bank-bank dalam hal ini dapat betindak sebagai dealer, spekulator dan arbitrase.
d.Bank sentral. Bank-bank sentral menggul\nakan pasar ini untuk memperoleh cadangan devisa dan juga mempengaruhi harga di mana mata uangnya diperdagangkan. Bank sentral mungkin melakukan langkah-langkah yang semata-mata dimasudkan untuk mendukung atau mendangkrak nilai mata uang sendiri. Kebijakan atau strategi seperti ini banyak dilakukan oleh bank bank sentral.
Dalam operasional sehari-hari bank, khususnya bank-bank devisa, mereka melakukan kegiatan transaksi yang berkaitan dengan valuta asing, misalnya jual beli mata uang asing, travelers check atau berpungsi sebagai money changer berdasarkan kurs beli atau kurs jual yang telah ditetapkan. Kegiatan bank lainnya seperti menerima deposito berjangka, transfer ke luar negeri, menerbitkan sertipikat valuta asing dan kegiatan tersebut digolongkan sebagai transaksi valuta asing tradisional.
Adapun jenis jenis valuta asing yang dilakukan oleh bank :
1.Transaction Spot (transaksi spot), yaitu jual beli mata uang dengan penyerahan dan pembayaran antar bank yang akan diselesaikan pada dua hari kerja berikutnya. Misalnya kontrak jual beli suatu mata uang spot dilakukan atau ditutup pada tanggal 12 juni 2002, penyerahan dan penyelesaian kontrak tersebutdilakukan pada tanggal 14 juni 2002. Apabila tanggal 14 juni 2002 tersebut kebetulan hari libur atau hari sabtu, maka penyelesaiannya adalah pada hari kerja berikutnya. Tanggal penyelesaian trnsaksi seperti ini disebut value date. Penyerahan dana dalam transaksi spot pada dasarnya dapat dilakukan dalam beberapa cara berikut ini :
a.         Value today, yaitu penyerahan dana dilakukan pada tanggal (hari) yang sama dengan tanggal (hari) diadakannya transaksi (kontrak).
b.       Value tomorrow, yaitu penyerahan dana dilakukan padahari keja berikutnya atau hari keja setelah diadakannya kontrak.
c.        Value spot, yaitu penyerahan dilakukan dua hari kerja setelah tanggal transaksi.
2.  Forward transaction (Trasaksi berjangka). Transaksi ini disebut juga dengan transksi berjangka yang pada prinsipnya adalah transaksi sejumlah mata uang tertentu dngan sejumlah mata uang lainnya dengan penyerahan pada waktu yang akan datang. Kurs ditetapkan pada waktu kontrak dilakukan, tetapi pembayaran dan penyerahan baru baru dilakukan pada saat kontrak jatuh tempo.
Trasaksi forward ini baisanya sering digunakanuntuk tujuan hedging dan spekulasi. Hedging atau pemagaran resiko yaitu transaksi yang dilakukan semata-mata untuk menghindariresiko kerugian akibat terjadinya perubahan kurs.
3.Swap trasaction (Transaction swap), yaitu transaksi pembelian dan penjualan bersamaan sejumlah tertentu mata uang dengan 2 tanggal valuta (penyerahan) yang berbeda. Pembelian dan penjualan mata uang tersebut dilakukan pada bank lain  yang sama. Jenis transaksi swap yang umumadalah spot terhadap forward. Dealer membeli suatu mata uang dengan transaksi spot dan secara simultan menjual kembali jumlah yang sama kepada bank lain yang sama dengan kontrak forward. Karena itu dilakukan sebagai suatu trnsaksi tunggal dengan bank lain yang sama, dealer tidak akn menghadapi resiko valas yang tidak diperkirakan.
Seperti dijelaskan di atas bahwa pada prinsipnya transaksi swap merupakan transaksi tuka pakai suatu mata uang untuk jangka waktu tertentu. Transaksi swap berbeda dengan transaksi spot atau forward. Dalam mekanisme swap, terjadi dua transaksi sekaligus dalam waktu yang bersamaan yaitu menjual dan membeli atau menjual dan membeli suatu mata uang yang sama. Sementara pada spot dan forward, transaksi terjadi hanya sekali saja yaitu membeli dan menjual. Penggunaan transaksi swap sebanarnya dimaksudkan untuk menjaga kemungkinantimbulnya kerugian yang disebabkan oleh perubahan kurs suatu mata uang. Swap dapat dilakukan antara nasabah dengan banknya dan antara bank dengan bank Indonesia (disebut reswap). Pemberian fasilitas reswap tersebut dilakukan atas dasar swap point yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Transaksi swapantara bank dengan BI
a.       Swap likuiditas, yaitu swap yang dilakukan atas inisiatif BI untuk dana yang berasal dari pinjaman  luar negeri. Posisi likuiditas ini untuk setiap bank maksimum 20 % dari modal bank tersebut.
b.       Swap investasi, yaitu swap yang dilakukan atas inisiatif bank berdasarkan swap bank dengan nasabah yang dananya berasal dari pinjaman luar negeri untuk keperluan ivestasi di Indonesia.
Perbedaan dari ketiga jenis transaksi di atas adalah bahwa trnsaksi swap terjadi dua trnsaksi pada saat yang sama (double transaction), yaitu jual beli atau beli dan jual. Sedangkan pada spot dan forward hanya terjadi satu kali transaksin saja (one single transaction), yaitu jual saja beli saja.
C.      DASAR HUKUM al-SHARF
Praktek al- sharf hanya terjadi dalam transaksi jual beli, di mana praktek ini diperbolehkan dam Islam berdasarkan firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 275, berbunyi :
واحل الله البيع وحرم الربا
Disamping firman Allah di atas, hadis Rasulullah juga mengatakan bahwa :
لاتبيعوا الذهب بالذهب الاسواء بسواء والفضة بالفضة الاسواء بسواء بسواء وبيعوا الذهب بالقضة والفضة بالذهب كيف شئتم ـ رواه البخارى
“Janganlah engkau menjual emas dengan emas, kecuali seimbang,dan jangan pula menjual perak dengan perak kecuali seimbang. Juallah emas dengan perak atau perak dengan emas sesuka kalian.
نهى النبي ص م عن الفضة بالفضة والذهب بالذهب الا سواء بسواء وامرنا ان نبتاع الذهب بالفضة كيف شئنا
“ Nabi melarang menjual perak dengan perak, emas dengan emas, kecuali seimbang. Dan Nabi memerintahkan untuk menjual emas dengann perak sesuka kami, dan menjual perak dengan emas sesika kami”.
امرنا ان نشترى الفضة بالذهب كيف شئناونشترى الذهب بالفضة كيف شئنا قال فساءله رجل فقل يدا بيد فقال هكذا سمعت.
“ Kami telah diperintahkan untuk membeli perak dengan emassesuka kami dan membeli emas dengan perak sesuka kami. Abu Bakrah berkata : beliau (Rasulullah) ditanya oleh seorang laki-laki, lalu beliau menjawab, Harus tunai (cash). Kemudian Abi Bakrah berkata, Demikianlah yang aku dengar.
Dari beberapa Hadis di atas dipahami bahwa hadis pertama dan kedua merupakan dalil tentang diperbolehkannya al-sharf serta tidak boleh adanya penambahan antara suatu barang yang sejenis (emas dengan emas atau perak dengan perak), karena kelebihan antara dua barang yang sejenis tersebut merupakan riba al- fadl yang jelas-jelas dilarang oleh Islam. Sedangkan hadis ketiga, selain bisa dijadikan dasar diperbolehkannya al-sharf, juga mengisyaratkan bahwa kegiatan jual beli tersebut harus dal;am bentuk tunai, yaitu untuk menghindari terjadinya riba nasi’ah.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jual beli mata uang (valuta asing) itu harus dilakukan sama-sama tunai serta tidak melebhkan antara suatu barang dengan barang yang laindalam mata uang yang sejenis. Begitu juga pertukaran antara dua jenis mata uang yang berbeda, hukumnya mubah. Bahkan tidak ada syarat harus sama atau saling melebihkan, namunhanya disyaratkan tunai dan barangnya sama-sama ada.  
D.      Hakikat dan Pungsi Uang
Merujuk kepada Mu’jam al-Mufahras karya Fuad Abdul Baqi, kata maal (uang) terulang dalam al-Qur’an sebanyak 25 kali dalam bentuk tanggal dan 61 kali dalam bentuk jamak. Hasan Hanafi dalam bukunya ad-Din wa Ats- Tsaurah sebagaimana yang dikutipQuraish Shihab mengatakan bahwa kata0kata tersebut mempunyai dua bentuk yaitu pertama, tidak dinisbahkan kepada “pemilik” dalam arti dia berdiri sendiri. Hal ini menurutnya merupakan suatu yang logis karena memang ada harta yang tidakmenjadi obyek kegiatan manusia, tetapi berpotensi untk itu. Kata-kata ini diditemukan dalam al- Quran sebanyak 23 kali . Kedua, dinisbahkan  kepada sesiatu, seperti “harta mereka”, harta anak yatim dan lainlain ini adalah harta yang menjadi obyek kegiatan. Dan bentuk ini ditemukan sebanyak 54 kali. Dari keseluruhan jumlah tersebut yang terbanyak dibicarakan adalah harta dalam bentuk objek kegiatan manusia.
Pencptaan mata uang adalah dalam rangka untuk diedarkan di masyarakat dan menjadi penyeimbang bagi semua harta benda dengan adil dan sebagai perantara benda-benda yang lain. Sekalipun uang memiliki nilai, tetapi yang diperlukan bukanlah bendanya. Uang mempunyai nilai yang sama terhadap semua benda dan bahkan Imam al-Ghali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin, mengibaratkan uang bagaikan cermin. Cermin tidak punya warna namun dapat merefleksikan semua harga. Uang bukan komoditi dan oleh karenanya tidak dapat diperjualblikan.
Dalam pandangan al-Qur’an, uang merupakan modal serta salah satu faktorproduksi yang penting, tetapi “bukan yang terpenting”. Manusia menduduki tempat di atas modal disusul sumber daya alam. Pandangan ini berbeda dengan pandangan sementara pelaku ekonomi modern yang memandang uang sebagai segala sesuatu, sehingga tidak jarang manusia atau sumber daya alam dianiaya atau diterlantarkan.
Modal tidak boleh diabaikan, Manusia berkewajiban menggunakannya denagan baik,agar ia terus produktif dan tidak habis digunakan. Karena itu seorang wali yang menguasai harta orang-orang yang tidak atau belum mampu mengurus hartanya diperintah untuk mengembangkan harta yang berada dalam kekuasaannya itu dan membiayai kebutuhan pemiliknya yang tidak mampu itu, dari keuntungan perputaran modal , bukan dari pokok modal. Ini dipahami dari redaksi surat an- Nisa’ auat 5, di mana dinyatakan warzuquhum fiha bukan warzuquhum minha. “Minha” artinya “dari modal” sedangkan fiha berarti “di dalam modal”, yang dipahami sebagai ada sesuatu yang masuk dari luar ke dalam (keuntungan) yang diperoleh dari hasil usaha.
Karena itulah modal tidak boleh menghasilkan dari dirinya sendiri, tetapi harus dengan usaha manusia. Ini salah satu sebab mengapa membungakan uang, dalam bentuk ribadan perjudian dilarang. Salah satu hikmah pelarangan riba, serta pengenaan zakat sebesar 2,5% terhadap uang adalah untuk mendorong aktivitas ekonomi, perputaran dana, serta sekaligus mengurangi spekulasi serta penimbunan.   
E.       Jual Beli Valuta Asing Dalam Perspektif Fiqh
Secara normative hukum Isalam, jual beli valuta asing yang dilakukan saat sekarang tidaklah berubah fungsiuang dalam Islam. Karena al-sharf yang dijadikan sebagai salah satu jasa perbankan tidaklah sama dengan perdagangan uang atau memperjual belikan uang yang dalam banyak hal telah merugikan masyarakat banyak, terutama dalam kasus Indonesia.
Perbedaan antara al-sharf dengan perdagangan uang atau jual beli uang, terletak pada hukum yang diterapkan pada al-sharf. Walaupun al-sharf itu merupakan salah satu variasi dari jual beli, akan tetapi ia tidak dihukumi dengan konsep jual beli secara umum, karena dalam konsep jual beli boleh untuk di tangguhkan. Sedangkan dalam variasi jual beli uang dengan uang memakai hukum khusus yang tidak terdapat dalam bai’ mutlak (jual beli barang dengan uang) dan bai’ muqayyadah (jual beli barang dengan barang) yaitu dalam hal time setlementnya. Artinya dalam aqad al-Sharf ini harus dilakukan secara tunai (tidak boleh ditangguhkan).
Sebagaimana diketahui, bahwa jual beliitu bisa berupa ayn (goods dan service) yang berarti barang dan jasa,atau juga berupa dayn (financial obligation). Objek jual beli yang berupa dayn dengan dayn, hukumnya adalah tidak sah karena hal tersebut telah menjadikan dayn sebagai ayn. Akan tetapi ketika kedua bentuk dayn itu adalah berupa mata uang, maka ia adalah al-sharf yang hukumnya boleh (mubah) dengan syarat kedua mata uang tersebut harus diserahkan secara langsung (tunai) sebelum para pihak berpisah. Sehingga akad al-sharf ini bisa disebut sebagai pengecualian dari aqad lain yang objeknya berupa dayn.
Tujuan dari keharusan tunai dalam aqad al-sharf ini adalah untuk menghindari adanya gharar yang terdapat dalam riba fadl. Gharar dalam aqad al-sharf ini akan lenyap karena time of settlementnya dilaksanakan secara tunai. Sedangkan dalam aqad yang objeknya berupa barang, maka selain masa penyerahannya yang harus tunai, juga harus sama dalam hal kualitas dan kuantitasnya. Justru merupakan satu hal yang tepat, ketika Ibn Taimiyah mensyaratkan hrus dilakukan secara simultan (taqabud) dalam transaksi perdagangan uamg.
Sebagai salah satu variasi jual beli, al-sharf juga tentu saja harus memenuhi persyaratan sebagaimana halnya variasi jual beli yang lain seperti bai’ mutlak dan muqayyadah. Karena agar jual beli itu terbentuk dan sah diperlukan sejumlah syarat, yaitu syarat adanya aqad jual beli dan syarat sahnya jual beli. Sehingga aqad jual beli itu tidak saja ada dan terbentuk, akan tetapi juga sah secara hukum. Dengan demikian hukum tentang al-sharf yang biasa diartikan dengan jual bei valuta asing tidak diragukan lagi kebolehannya dari sudut fiqh Islam.  
F.Norma-norma Syari’ah dalam Pasar Valuta Asing
Aktivitas perdagangan valuta asing harus terbebas dari unsur riba, maisir dan gharar. Dalam pelaksanaannya haruslah memperhatikan beberapa batasan. Mengacu pada hadis-hadisyang dijadikan dasar diperbolehkannya kegiatan jual beli valuta asing,maka batasan-batasan yang perlu diperhatikandalam melakukan trnsaksi tersebut adalah sebagai berikut :
1.       Pertukaran tersebut harus dilakukan secara tunai (bai’ naqd), artinya masing-masing pihak hrus menerima atau menyerahkan masing-masing mata uang secara bersamaan.
2.       Motif pertukaran adalah rangka mendukung transaksi komersil, yaitu transaksi perdagangan barang dan jasa antar bangsa, bukan dalam rangka spekulasi.
3.       Harus dihindari jual beli bersyarat. Misalnya A setuju membeli barang dari B hari ini, dengan syarat B harus membelinya kembali pada tanggal tertentu di masa mendatang. Hal ini tidak diperbolehkan karena selain untuk menghindari riba, juga karna jual beli bersyarat itu membuat hukum jual beli menjadi belum tuntas.
4.       Transaksi berjangka harus dilakukan dengan pihak-pihak yang diyakini mampu menyediakan valuta asing yang dipertukarkan.
5.       Tidak dibenarkan menjual barang yang belum dikuasai, atau dengan kata lain tidak dibenarkan jual beli tanpa hak kepemilikan (bai’ ainiah).
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pertukaran uang dengan cara qabadh (penerimaan barang di tempat) merupakan syarat sah jual beli mata uang, baik emas dengan emas atau perak dengan perak, hanya saja disyeratkan hulul dan qabadh, tidak tamatsul. Dibenarkannya ada kurang dan lebih tapi tidak dibenarkan adanya tangguh atau bertempo (tidak tunai). Berdasarkan hal ini maka dibenarkan bank untuk memperdagangkan uang yang berlainan, asalkan memenuhi syarat di atas dan boleh memperjualbelikannya dengan selisih harga, seperti suatu bank menjual 1 dolar dengan 10 real, sedangkan bank lain menjual 3 dolar dengan 11 real. Transaksi seperti ini diperbolehkan selama tidak ada unsur pemerasan dan sesuai dengan keadaan masing-masing negara,sebab pemerasan adalah haram.
Seseorang yang melakukan perdaganganvaluta asing wajib memperhatikan ketentuan tersebut dan wajib menjauhkan diri dari pasar gelap. Tidaklah dibenarkan pedagang valas berpendapat bahwa “agama membenarkan penukaran mata uang dengan syarat dilakukan secara tunai, tetapi mereka mengabaikan kepentingan masyarakat banyak”. Jika mereka melakukan penyimpangan karena melakukan pemerasan, maka yang semula halal akan menjadi terlarang karena dapat merugikan.
Dalam hal perdagangan mata uang asing ini, Imam al-Subki sebagaimana dikutipSura’I mengatakan bahwa pendapat yang populer pada mazhab Syafi’I adalah boleh hukumnya melakukan transaksi dengan mata uang dirham yang tengah berlaku walaupun ditukar dengan dirham biasa, sedangkan dirham sebagai mata uang negara yang mempunyai cap , maka tran saksi semacam ini dibolehkan. Kemudian ia berkata berlakunya transaksi dengan mempertukarkan mata uangyang tidak sejenis tidaklah ada halangannya, asalkan secara tunai, Namun demikian apakah diperbolehkan mempertukarkan mata uang yang sama namanya tetapi berbeda negara yang memilikinya seperti dinar Marokko dengan dinar Maghribi. Dalam hal ini Imam al-Subki tidak menemukan adnya riwayat yang melarang tetapi pendapat yang terkuat adalah membolehkannya.
Dari pernyataan di atas dapat dipahamibahwa tukar menukar uang yang satu dengan uang yang lain diperbolehkan. Begitu pula memperdagangkan mata uang asalkan nama dan mata uangnya berlainan atau nilainya saja yang berlainan, namun harus dilakukan secara tunai.
Dalam hal memperjualbelikan mata valuta asing yang tidak dilakukan secara tunai, Yusuf al-Qardhawi mengatakan tidak diperbolehkan. Oleh karena itu tidak sah jual beli uang dengan sistem penangguhan, bahkan harus dilakukansecara tunai ketika ditempat transaksi. Hanya saja yang menjadi kriteria tunainya sesuatu itu menurut ukurannya sendiri-diri. Dalam hal ni menurut Yusuf al- Qardhawisyara’ telah menyerahkan ukuran tersebut kepada adat kebiasaan yang berlaku di suatu masyarakat. Walaupun demikian, realita tunai ini juga mengikutu hukum darurat yang diukur sesuai dengan ukurannya. Justru itu umat Islam tidak diperkenankan untuk menjual apa yang dibelinya kecuali setelah diterimanya terlebih dahulu barang itu menurut adat kebiasaan yang berlaku.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli hukum Islam di atas, dapatlah disimpulkan bahwa pada dasarnya mereka sepakat tentang bolehnya memperjual belikan valuta asing dari jenis mata uang apapun dan dari negara manapun. Tetapi juga mereka sepakat bahwa transaksi valuta asing harus dilakukan secara tunai dan bertangguh. Hal ini didasarkan  pada ketentuan syari’ah seperti yang dijelaskan oleh  hadis hadis Nabi di atas.
Ada hal penting yang tersirat dari hadis hadis Nabi maupun penafsiran para ahli hukum Islamtentang perdagangan valuta asing ini, yaitu bertujuan agar tidak ada pihak-pihak yang di rugikan dan dizalimi, dan tidak mendatangkan mudharat bagi masyarakat banyak . Persoalan yang merupakan masalah yang berkaitandengan hajat orang banyak terhadap kebutuhan ekonomi. Oleh sebab itu, dapat dimengerti mafhum mukhalafah dari hikmah yang terkandung dari ketentuan diatas. Di satu sisi pertukaran dan perdagangan valuta asing merupakan suatu kebutuhan untuk perdagangan internasional dan kegiatan ekonomi yang berhubungan dengan negara lain. Akan tetapi di sisi lain, harus dapat pula menghindarkan diri dari hal-hal yang dilarang syari’ah dan perilaku yang mendatangkan kemudharatan.
Sesuai dengan maqashid syari’ah yang salah satu prinsipnya mengenai aspek hajjiyah dalam pengertian segala yang menyulitkan dan menjadi beban bagi kehidupan harus dihindari, maka sesungguhnya elastisitas hukum Islam mengenai perdagangan valuta asing dapat dilihat dari sisi lain . Pada kasus perdagangan valuta asing saat sekarang, yang notabene tidak secara tunai dan tidak simultan penyerahan dana ketika transaksi disepakati,merupakan fenomena yang tidak sesuai dengan ketentuan syari’ah. Ada baiknya ketentuan harus tunai dan simultan itu untuk ditinjau kembali secara mendalam, karena perkembangan dunia modern saat ini dengan kemajuan teknologi yang sudah sedemikian pesatnya, yang seandainya ketentuan tersebut tidak memiliki sifat elastisitas sesuai dengan perubahan waktu, tempat, situasi dan kondisi, maka justru akan mendatangkankesulitan, sedangkan نفي ا لحرج   dalam istilah ushul fiqh merupakan suatu keniscayaan.
Persoalan perdagangan valuta asing telah menjadi sangat populer, umum dan hampir dilakukan serta diterima sebagai suatu transaksi yang dipraktekkan di seluruhdunia. Tidak ada sistem ekonomi suatu negara mengalami kemajuan tanpa behubungan dengan perdagangan valuta asing. Oleh sebab itu selayaknya perdagangan valuta asing diterima dan diadopsi sebagai suatu kebutuhan di bidang akonomi dan bermanfaat serta sulit sekali dipisahkan dari dunia modern. Afzalur Rahman mengutip pendapat Imam Hanafi, bahwa jika suatu bisnis secara umum diterima dan dilakukan oleh orang banyak, maka bisnis tersebut menjadi halal, karena merupakan kebutuhan. Akan tetapi jika perdagangan valuta asing tersebut dilakukan dengan tujuan untuk spekulasi, dan merusak sistem prekonomian suatu negara, maka hal inilah yang sangat bertentangan dengan tujuan syari’ah . Solusi yang terbaik untuk hal itu adalah mengadopsi dan menyesuaikan sistem perdagangan valuta asing yang ada dengan prinsip-prinsip yuridis ayar’I (hukum Islam), dan penulis sepakat dengan pendapat Yusuf al- Qardhawi dan Imam Malik batasab tunai dan tangguh diserahkan kepada adat kebiasaan masyarakat sesuai dengan kaedah ushul fiqh :  ا لعادة محكمة
 (MSI UII 2007)

1 komentar:

  1. mas, apa nma buku sma pngarang untuk valas yng brbasis syariah mas, mohon bantuannya mas, soalnya tugas akhirku bahas tentang deposito valas di bank syariah mandiri, jadi smua hrus berbasis syariah mas,

    BalasHapus