- PENDIRIAN LEMBAGA BAITUL MAL
Seiring dengan semakin luasnya wilayah kekuasaan Islam pada masa pemrintahan Umar ibn Khattab, pendapatan negara mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Hal ini memerlukan perhatian khusus untuk mengelolanya agar dapat dimanfaatkan secara benar, efektif dan efesien. Setelah melakukan musyawarah dengan para pemuka sahabat, Khalifah Umar ibn Khattab mengambil keputusan untuk tidak menghabiskan harta Baitul Mal sekaligus, tetapi dikelurkan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan yang ada, bahkan diantaranya disediakan dana cadangan. Cikal bakal lembaga Baitul Mal yang telah dicetuskan dan difungsikan oleh Rasulullah SAW, dan diteruskan oleh Abu Bakar al-Shiddiq, semakin dikembangkan fungsinya pada masa pemerintahan khalifah Umar ibn Khattab, sehingga menjadi lembaga yang reguler dan permanen. Membangunan institusi Baitul Mal yang dilengkapi dengan sistem administrasi yang tertata baik dan rapi, merupakan konstribusi terbesar yang diberikan oleh khalifah Umar ibn Khattab kepada dunia Islam dan kaum muslimin.
Dalam catatan sejarah, pembangunan institusi Baitul Mal dilatar belakangi oleh kedatangan Abu Hurairah yang ketika itu menjabat sebagai Gubernur Bahrain, dengan membawa harta hasil pengumpulan pajak al-kharaj sebesar 500.000 dirham. Hal ini terjadi pada tahun 16 H. Oleh karena jumlah tersebut sangat besar, khalifah Umar mengambil inisiatif memanggil dan mengajak bermusyawarah para sahabat terkemuka tentang penggunaan dana Baitul Mal tersebut. Setelah melalui diskusi yang cukup panjang, kahlifah Umar memutuskan untuk tidak mendistribusikan harta Baitul Mal, tetapi disimpan sebagai cadangan, baik untuk keperluan darurat, pembayaran gaji para tentara maupun berbagai kebutuhan umat lainya.
Sebagai tindak lanjutnya, pada tahun yang sama, bangunan Baitul Mal pertama kali didirikan dan Madinah sebagai pusatnya. Hal ini kemudian diikuti dengan pendirian cabang-cabangnya di ibu kota provinsi. Untuk menangani lembaga tersebut, khalifah Umar ibn Khattab menunjuk Abdullah ibn Irqam sebagai bendahara negara dengan Abdurrahman ibn Ubaid Al-Qari dan Muayqab sebagai wakilnya.
Secara tidak langsung, Baitul Mal berfungsi sebagai pelaksa kebijakan fiskal negara Islam, dan khalifah merupakan pihak yang berkuasa penuh terhadap harta Baitul Mal. Namun demikian, khalifah tidak diperbolehkan menggunakan harta Baitul Mal untuk kepentingan pribadi.
Dalam hal pendristribusian harta Baitul Mal berada dalam kendali dan tanggung jawab, para pejabat Baitul Mal tidak mempunyai wewenang dalam membuat suatu keputusan terhadap harta Baitul Mal yang berupa zakat dan ushur.
Harta Baitul Mal dianggap harta kaum muslimin, sedangkan khalifah dan para amil hanya berperan sebagai pemegang amanah. Dengan demikian, negara bertanggung jawab untuk menyediakan makanan bagi para janda, anak-anak yatim, serta anak-anak terlantar, membiayai penguburan orang-orang miskin, membayar hutang orang-orang yang bangkrut, membayar uang diyat untuk kasus-kasus tertentu.
Khalifah Umar ibn Khattab juga membuat ketentuan bahwa pihak eksekutif tidak boleh turut campur dalam mengelola harta Baitul Mal. Untuk mendistribusikan harta Baitul Mal, khalifah Umar ibn Khattab mendirikan beberapa departemen yang dianggap perlu, seperti;
a. Departemen pelayanan militer. Departemen ini berfungsi untuk mendistribusikan dana bantuan kepada orang-orang yang terlibat dalam peperangan. Besarnya jumlah dana bantuan ditetentukan oleh jumlah tanggungan keluarga oleh setiap penerima dana.
b. Departemen kehakiman dan eksekutif. Departemen ini bertanggung jawab terhadap pembayaran gaji para hakim dan pejabat eksekutif. Besarnya gaji ini ditentukan oleh dua hal, yaitu jumlah gaji yang diterima harus mencukupi kebutuhan keluarganya, agar terhindar dari praktek suap. Dan jumlah gaji yang diberikan harus sama dan kalaupun terjadi perbedaan, hal itu tetap dalam batas-batas kewajaran.
c. Departemen pendidikan dan pengembangan Islam. Departemen ini mendistribusikan bantuan dana bagi penyebar dan pengembang ajaran Islam beserta keluarganya, seperti guru dan juru dakwah.
d. Departemen jaminan sosial. Departemen ini berfungsi untuk mendistribusikan dana bantuan kepada seluruh fakir miskin dan orang-orang yang menderita.
Khalifah Umar ibn Khattab menerapkan prinsip keutamaan dalam mendistribusikan harta Baitul Mal. Ia berpendapat bahwa kesulitan yang dihadapi umat Islam harus diperhitungkan dalam menetapkan bagian seseorang dari harta negara dan, karenanya, keadilan menghendaki usaha seseorang serta tenaga yang telah dicurahkan dalam memperjuangkan Islam harus dipertahankan dan dibalas dengan sebaik-baiknya.
MENDIRIKAN BMT (Biatul Mal wat-Tamwil)
a. Badan hukum BMT
BMT dapat didirikan dalam bentuk Kelompok Swadaya Masyarakat atau koprasi.
1. KSM adalah Kelompok Swadaya Masyarakat dengan mendapat Surat Keterangan Oprasional dan PINBUK (Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil).
2. Koprasi serba usaha atau koprasi syari’ah.
3. Koprasi simpan pinjam syari’ah (KSP-S)
b. Tahap pendirian BMT
Adapun tahap-tahap yang perlu dilakukan dalam pendirian BMT adalah sebagai berikut:
1. Pemrakarsa membentuk Panitia Penyiapan Pendirian BMT (P3B) dilokasi tertentu, seperi masjid, pesantren, desa miskin, kelurahan, kecamatan atau yang lainya.
2. P3B mencari modal awal perangsang sebesar Rp. 5.000.000,- sampai Rp. 10.000.000,- atau lebih besar mencapai Rp. 20.000.000,- untuk segera memulai langka oprasional. Modal awal ini dapat berasal dari perorangan, lembaga, yayasan, BAZIS, pemda atau sumber-sumber lainnya.
3. Atau langsung cari pemodal-pemodal pendiri dari sekitar 20 sampai 44 orang dikawasan itu untuk mendapat dana urunan hingga mencapai jumlah Rp. 20.000.00,- atau minimal Rp. 5.000.000,-
4. Jika calon pemodal telah ada maka dipilih pengurus yang ramping (3 sampai 5 0rang) yang akan mewakili pendiri dalam mengerahkan kebijakan BMT.
5. Melatih 3 calon pengelola (minimal berpendidikan D3 dan lebih baik S1) dengan menghubungi Pusdiklat PINBUK Propinsi atau Kab/Kota.
6. Melaksanakan persiapan-persiapan sarana perkantoran dan formulir yang diperlukan.
7. Menjalankan bisnis oprasi BMT secara profesional dan sehat.
- SEJARAH BERDIRINYA BMT
Setelah berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) timbul peluang untuk mendirikan bank-bank berprinsip syari’ah. Oprasionalisasi BMI kurang menjangkau masyarakat kecil dan menengah, maka muncul usaha untuk mendirikan bank dan lembaga keuangan mikro, seperti BPR syari’ah dan BMT yang bertujuan mengatasi hambatan oprasionalisasi di daerah. Keberadaan BMT diharapkan mampu mengatasi masalah ini lewat pemenuhan kebutuhan-kebutuhan ekonomi masyarakat. Keberadaan BMT mempunyai beberapa peran;
1. Menjauhkan masyarakat dari praktek ekonomi non-syariah.
2. Melakukan pembinaan dan pendanaan usaha kecil.
3. Melepaskan ketergantungan pada rentenir, masyarakat yang masih tergantung rentenir disebabkan rentenir mampu memenuhi keinginan masyarakat dalam memenuhi dana dengan segera.
4. Menjaga keadilan ekonomi masyarakat dengan distribusi yang merata.
BMT mempunyai beberapa komitmen yang haru dijaga supaya konsisten terhadap perananya, yaitu;
1. Menjaga nilai-nilai syariah dalam oprasi BMT.
2. Memperhatikan permasalahan-pemersalahan yang berhubungan dengan pembinaan dan pendanaan usaha kecil.
3. Meningkatkan profesionalitas BMT dari waktu kewaktu.
4. Ikut terlibat dalam memelihara kesinambungan usaha masyarakat.
Adapun rincian jumlah BMT adalah sebagai berikut;
1. ORGANISASI
Untuk memperlancar tugas BMT, maka diperlukan struktur yang mendeskripsikan alur kerja yang dilakukan oleh personil yang ada di dalam BMT tersebut. Struktur organisasi BMT meliputi, musyawarah anggota pemegang simpanan pokok, dewan syariah, pembina menejemen, menejer, pemasaran, dan pembukuan.
Adapaun dari masing-masing struktur diatas adalah sebagai berikut:
1. Musyawarah anggota pemegang simpanan pokok memegang kekuasaan tertinggi didalam memutuskan kebijakan-kebijakan makro BMT.
2. Dewan syariah bertugas mengawasi dan menilai oprasionalisasi BMT.
3. Pembina Manajemen, bertugas untuk membina jalanya BMT dalam merealisasikan programnya.
4. Manajer bertugas menjaga amanat musyawarah anggota BMT dan memimpin BMT dalam merealisasikan programnya.
5. Pemasaran bertugas untuk mensosialisasikan dan mengelola produk-produk BMT.
6. Kasir bertugas melayani nasabah.
7. Pembukuan bertugas untuk melakukan pembukuan atas aset dan omzet BMT.
2. PRINSIP OPERASI BMT
Dalam menjalankan usahanya BMT tidak jauh dari BPR syariah, yakni menggunakan 3 prinsip:
1. Prinsip bagi hasil
Dengan prinsip ini ada pembagian hasil dari pemberi pinjaman dengan BMT.
· Al-Mudharabah
· Al-Musyarakah
· Al-Muzara’ah
· Al-Musaqah
2. Sitem jual beli
Keuntungan BMT nantinya akan dibagi kepada penyedia dana.
· Bai’ al-Mudharabah
· Bai’ as-Salam
· Bai’ al-Istishna
· Bai’ Bitsaman Ajil
3. Sistem non-profit
· Al-Qordhul Hasan
4. Akad bersyarikat
· Al-Musyarakah
· Al-Mudharabah
5. Produk pembiayaan
· Pembiayaan al-Murabah (MBA)
· Pembiayaan al-Bai’ Bitsaman (BBA)
· Pembiayaan al-Mudharabah (MDA)
· Pembiayaan al-Musyarakah
PENGHIMPUNAN DANA
a. Penyimpanan dan Penggunaan Dana
1. Sumber dana BMT
· Dana masyarakat
· Simpanan biasa
· Simpanan berjangka atau deposito
· Lewat kerja antara lembaga atau institusi.
Dalam penggalangan dana BMT biasanya terjadi transaksi yang berulang-ulang, baik penyetoran maupun penarikanya.
2. Kebiasaan penggalangan dana
· Penyandang dana rutin tapi tetap, besarnya dana biasanya variatif.
· Penyandang dana rutin tidak tetap besarnya dana biasanya variatif.
· Penyandang dana rutin temporal deposito minimal Rp. 1.000.000.- sampai Rp. 5.000.000,-
3. Pengambilan dana
· Pengambilan dana rutin tertentu yang tetap
· Pengambilan dana yang tidak rutin tetapi tertentu
· Pengambilan dana tidak tertentu,
· Pengambilan dana sejumlah tertentu tapi pasti.
4. Penyimpanan dan penggalangan dalam masyarakat dipengaruhi
· Memperhatikan momentum
· Mampu memberikan keuntungan
· Memberikan rasa aman
· Pelayanan optimal
· Profesionalisme.
b. Penggunaan Dana
1. Penggalangan dana digunakan untuk:
· Penyaluran melalui pembiayaan
· Kas tangan
· Ditabungan di BPRS atau di bank syariah.
2. Penggunaan dana masyarakat yang harus disalurkan kepada:
· Penggunaan dana BMT yang rutin dan tetap
· Penggunaan dana BMT yang rutin tapi tidak tetap
· Penggunaan dana BMT yang tidak tentu tapi tetap
· Penggunaan dana BMTtidak tertentu.
3. Sistem pengangsuran atau pengembalian dana:
· Pengangsuran yang rutin dan tetap
· Pengangsuran yang yang tidak rutin tapi tetap
· Pengangsuran yang yang jatuh tempo
· Pengangsuran yang yang tidak tentu (kredit macet).
4. Klasifikasi pembiayaan:
· Perdagangan
· Industri rumah tangga
· Pertanian/ peternakan/ perikanan
· Konveksi
· Kontruksi
· Percetakan
· Jasa-jasa/ lain.
5. Jenis angsuran:
· Harian
· Mingguan
· 2 mingguan
· Bulanan
· Jatuh tempo
6. Antisipasi kemacetan dalam pembiayaan BMT
· Evaluasi terhadap kegiatan pembiayaan
· Merevisi segala kegiatan pembiayaan
· Pemindahan akad baru
· Mencarikan donatur yang bisa menutup pembiayaan.
3. KENDALA PENGEMBANGAN BMT
Dalam perkembangan BMT tentunya tidak lepas dari berbagai kendala, walaupun tidak berlaku sepenuh kendala ini di suatu BMT. Kendala tersebut sebagai berikut:
1. Akumulasi kebutuhan dana masyarakat belum bisa oleh BMT.
2. Walaupun keberadaan BMT cukup di kenal tetapi masih banyak masyarakat berhubungan dangan rentenir.
3. Beberapa BMT cendrung masalah yang sama
4. BMT cendrung menghadapi BMT lain sebagai lawan yang harus dikalahkan, bukan sebagai partner dalam upaya untuk mengeluarkan masyarakat dari permasalahan ekonomi yang ia hadapi.
5. Dalam kegiatan rutin BMT cendrung mengarahkan pengelola untuk lebih berorintasi pada persoalan bisnis (business oriented).
6. Dalam upaya untuk mendapat nasabah timbul kecendrungan BMT mempertimbangkan besarnya bunga di bank konvensional terutama untuk produk yang berprinsip jual beli (bai’)
7. BMT lebih cendrung menjadi baitul tamwil dari pada baitul maal.
8. Pengetahuan pengelola BMT sangat mempengaruhi BMT tersebut dalam menangkap masalah-masalah dan menyikapi masalah ekonomi yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.
4. STRATEGI PENGEMBANGAN BMT
Strategi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Sumber daya manusia yang kurang memadai kebanyakan yang berkoordinasi dari tingkat pendidikan dan pengetahuan.
2. Strategi pemasaran yang local oriented berdampak pada lemahnya upaya BMT untuk mensosialisasikan produk-produk BMT itu berada.
3. Perlunya inovasi.
4. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan BMT diperlukan pengetahuan strategi dalam bisnis (business strategy)
5. Pengembangan aspek paradigmatik, diperlukan pengetahuan mengenai aspek bisnis Islami sekaligus meningkatkan muatan-muatan Islam dalam setiap prilaku pengelola dan karyawan BMT dengan masyarakat pada umumnya dan nasabah pada khususnya.
6. Sesama BMT sebagai partner dalam rangka mengentaskan ekonomi masyarakat, demikian antar BMT dengan BPR syariah ataupun bank syariah merupakan salah satu kesatuan yang berkesinambungan antara satu dengan yang lainya mempunyai tujuan dalam menegakkan syariat Islam didalam bidang ekonomi.
7. Perlu adanya evaluasi bersama guna memberikan peluang bagi BMT untuk lebih kompetitif.
- PENDAPATAN BAITUL MAL
Berikut akan diuraikan sumber pendapatan Baitul Mal yang terbagi atas kharaj, zakat, khums, dan jizyah.
1. Kharaz
Kharaz merujuk pada pendapatan yang diperoleh dari biaya sewa atas tanah pertanian dan hutan milik umat Islam. Jika tanah yang diolah dan kebun buah-buahan yang dimiliki non-Muslim jatuh ketangan orang Islam akibat kalah dalam pertempuaran, aset tersebut menjadi bagian dari harta milik umat Islam. Karena itu, siapapun yang ingin mengelolah lahan tersebut harus membayar sewa. Pendapatan dari sewa inilah yang termasuk dalam lingkup kharaz.
2. Zakat
Sumber pendapatan penting lainya untuk keuangan negara dimasa awal Islam adalah zakat. Zakat yang dikumpulkan berbentuk uang tunai (dirham dan dinar), hasil pertanian, dan ternak. Pada permulaan Islam, zakat ditarik dari seluruh pendapatan utama.
3. Khums
Sumber pendapatan kas negara lainya adalah khums seperti yang tercantum dalam Al-Qur’an sebagai berikut:
“Ketahuilah sesunggahnya apa saja yang kamu peroleh”ghanimtum” maka sesungguhnya 1/5 untuk Allah, rasul, kerabat rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnu sabil” (QS. Al-Anfal: 41).
4. Jizyah
Sumber pajak lain pada masa awal Islam yaitu jizyah yang dipungut dari non-muslim yang hidup dibawah pemerintahan Islam tetapi tidak mau masuk Islam. Pajak yang dikenakan pada mereka merupakan pengganti dari imbalan atas fasilitas ekonomi, sosial dan layanan kesejahtraan yang mereka terima dari pemerintahan Islam. Dan juga sebagai jaminan dan keamanan hidup dan harta mereka. Pajak ini mirip dengan zakat fitrah yang dipungut dari muslim setiap tahun.
- JENIS PENGELUARAN BAITUL MAL
Ada dua kebijakan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, dan empat khalifah pada permulaan Islam untuk pengembangan ekonomi serta peningkatan partisipasi kerja dan produksi. Yang pertama adalah mendorong masyarakat memulai aktivitas ekonomi, baik dalam kelompok sendiri maupun bekerja sama dengan kelompok lainya, tanpa dibiayai Baitul Mal. Yang kedua tindakan aksi yang dilakukan oleh Rasulullah dan Khulafa dengan mengeluarkan dana Baitul Mal diantaranya adalah;
1. Penyebaran Islam
2. Gerakan pendirian dan kebudayaan
3. Pengembangan ilmu pengetahuan
4. Pembangunan infrastruktur
5. Pembangunan armada perang dan keamanan
6. Penyediaan layanan kesejahtraan sosial
- RUANG LINGKUP BAITUL MAL
Aktifitas ini meliputi perbaikan pendidikan dan moral, penyebaran agama Islam, membiasakan kaum muslimin dengan pengetahuan baru, serta memasukan serta mensosialisasikan berbagai teknik baru. Kebijakan pertahanan keamanan, pembentukan institusi pada saat diperlukan, serta penyediaan pasukan dan pengeluaran militer merupakan tanggung jawab sektor publik.
- KEWAJIBAN PETUGAS BAITUL MAL
Kewajiban petugas Baitul Mal dalam surat keputusan yang dikeluarkan oleh Khalifah Ali pada saat pengangkatan Malik Al-Astar sebagai Gubernur Mesir. Dalam putusanya ini, Khalifah Ali pertama kali menentukan kewajiban seorang gubernur, kemudian mendeskripsikan berbagai macam kelompok masyarakat secara keseluruhan.
Dalam hal ini, Khalifah Ali menentukan tugas Malik di Mesir sebagai berikut:
1. Mengatur dan mengurus permasalahan dan kebutuhan masyarakat,
2. Memperbarui kota tua dan membangun yang baru,
3. Mengumpulkan kharaj, dan
4. Mempersiapkan pertahanan negara.
Pada permulaan kekhalifahanya, Ali bin Abi Thalib mengumumkan sendiri bahwa masing-masing orang akan menerima dana Baitul Mal secara proporsional. Uang yang mereka terima berasal dari kelebihan pendapatan Baitul Mal dan tidak meliputi gaji karyawan dan pegawai.
BAB III
PENUTUP
Baitul maal wattamwil (BMT) terdiri dari dua istilah, yaitu baitul maal dan baitut tamwil, baitul maal lebih mengarah kepada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang non-profit, seperti: zakat, infaq dan shadaqah. Sedangkan baitut tamwil sebagai usaha pengumpulan dari penyaluran dana komersial. Usaha-usaha tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari BMT sebagai lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil dengan berlandaskan syariah.
Secara kelembagaan BMT didampingi atau didukung pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK). PINBUK sebagai lembaga primer karena mengemban misi yang lebih luas, yakni menetaskan usaha kecil. Dalam perakteknya, PINBUK menetaskan BMT, dan pada giliranya BMT menetaskan usaha kecil. Keberadaan BMT merupakan representasi dari kehidupan masyarakat dimana BMT itu berada, dengan jalan ini BMT mampu mengakomodir kepentingan ekonomi masyarakat.
Peran umum BMT yang dilakukan adalah melakukan pembinaan dan pendanaan yang berdasarkan sistem syariah. Peran ini menegaskan arti penting prinsip-prinsip syariah dalam kehidupan ekonomi masyarakat. Sebagai lembaga keuangan syariah yang bersentuhan langsung dengan kehidupan masyarakat kecil yang serba cukup – ilmu pengetahuan ataupun materi – maka BMT mempunyai tugas penting dalam mengemban misi keislaman dalam segala aspek kehidupan masyarakat.
Baitul mal menjamin terpenuhinya kebutuhan hidup dan kesejahtraan sosial minimum bagi setiap orang, muslim maupun non-muslim, yang hidup di bawah bendera negara Islam. Baitul mal menunjukan bahwa aktivitas yang mempunyai dampak eksternalitas positif atau merupakan utilitas publik adalah yang disediakan dan dioprasikan oleh sektor publik (pemerintahan)
DAFTAR PUSTAKA
A.Karim, Adiwarman, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2006
P3GI. Universitas Islam Indonesia Yogyakarta atas kerja sama dengan bank Indonesia, Ekonomi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2010
Sudarsono. Heri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta: Ekonisia, edisi. 3, 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar