Label

Jumat, 14 Oktober 2011

HAK WANITA




A.   Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia
Sebelumnya akan saya paparkan mengenai Hak Asasi Manusia secara umum. Sebagai mana yang tertulis dalam Undang - Undang No. 39 Tahun 1999.  Yaitu :

"Bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati   melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgem, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun."
"Bahwa selain hak asasi manusia, manusia juga mempunyai kewajiban dasar antara manusia yang satu terhadap yang lain dan terhadap masyarakat secara keseluruhan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara."
"Bahwa bangsa Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa mengemban tanggung jawab moral dan hukum untuk menjunjung tinggi dan melaksanakan Deklarasi Universitas tentang Hak Asasi Manusia yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta berbagai instrumen yang telah diterima oleh negara Republik Indonesia."
Pembahasan deklarasi universal hak-hak asasi manusia perserikatan bangsa-bangsa memberikan titik pangkal mengenai kebebasan baik berupa hak asasi manusia ataupun kebebesan beragama.
Pada diskusi tentang dasar-dasar hak asasi, manusia (pasal I) dan puncaknya pada kebebasan agama (Pasal 18) kata-kata “martabat dan hak-hak” yang di gunakan pada kalimat pertama mengandung ambiguitas dan mempunyai makna yang berbeda[1]
Pernyataan dalam pasal 18, yang menunjukan dasar kebebasan nurani manusia dalam persoalan-persoalan agama, mencemaskan Mr.Barudi. Sekarang komentar-komentar terhadap persoalan tersebut dan persoalan yang lain (hak-hak wanita, umpamanya) tidaklah terlalu mengejutkan.[2]
B.  Hak Wanita
Bagaimanapun juga penguatan kemampuan dan persamaan hak berdasarkan pada sensitivitas gender di tengah-tengah masyarakat masihlah menjadi masalah utama mereka. Intensifikasi permasalahan perempuan dan gerakan pendukung hak-hak perempuan di seluruh dunia telah direfleksikan melalui berbagai macam Konvensi yang telah dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Beberapa perlindungan yang diakui secara internasional tersebut telah membantu mengartikulasikan ideologi dari para kaum pejuang hak perempuan.
1. Pasal-Pasal Mengenai Hak-Hak Wanita
Undang-undang tentang Persetujuan Konpensi Hak-hak Politik Kaum Wanita.
Pasal 1.
Konpensi hak-hak politik kaum wanita tertanggal 20 Desember 1952 yang salinannya dilampirkan pada Undang-undang ini, bersama ini disetujui dengan mengadakan reservations/pengecualian sebagai tersebut pada pasal 2.
Pasal 2.
Kalimat terakhir pasal VII dan pasal IX seluruhnya konsepsi hak-hak politik kaum wanita dianggap sebagai tidak berlaku bagi Indonesia.
Pasal 3.
Konpensi tersebut di atas mulai berlaku pada hari ke-90 sesudah tanggal penempatan surat ratifikasi pada Sekretariat Perserikatan Bangsa-bangsa.
Pasal 4.
Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal 17 Juli 1958. Presiden Republik Indonesia, SOEKARNO. Diundangkan pada tanggal 28 Agustus 1958. Menteri Kehakiman. G.A. MAENGKOM. Menteri Luar Negeri, SUBANDRIO.
Adapun undang-undang lainya yang membahas masalah Hak wanita yaitu:
Pasal 45
Hak wanita dalam undang-undang ini adalah hak asasi manusia.
Pasal 46
Sistem pemilihan umum, kepartaian, pemilihan anggotan badan legislatif, dan sistem pengangkatan di bidang eksekutif, yudikatif, harus menjamin keterwakilan wanita sesuai persyaratan yang ditentukan.
Pasal 47
Seseorang wanita yang menikah dengan seorang pria berkewarganegaraan asing tidak secara otomatis mengikuti status kewarganegaraan suaminya tetapi mempunyai hak untuk mempertahankan, mengganti, atau memperoleh kembali status kewarganegaraannya.
Pasal 48
Wanita berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam pekerjaan, jabatan, dan profesi sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan.
 Pasal 49
(1)     Wanita berhak untuk memilih, dipilih, diangkat, dalam pekerjaan, jabatan, dan profesi sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundang-undangan.
(2)    Wanita berhak untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan atau kesehatannya berkenaan dengan fungsi reproduksi wanita.
(3)     Hak khusus yang melekat pada diri wanita dikarenakan fungsi reproduksinya,
dijamin, dan dilindungi oleh hukum.
Pasal 50
Wanita yang telah dewasa dan atau telah menikah berhak untuk melakukan perbuatan hukum sendiri, kecuali ditentukan lain oleh hukum agamanya.
Pasal 51
(1)     Seseorang istri selama dalam ikatan perkawinan mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama dengan suaminya atas semua hal yang berkenaan dengan kehidupan perkawinannya, hubungan dengan anak-anaknya, dan hak pemilikan sertta pengelolaan harta bersama.
(2)     Setelah putusnya perkawinan, seseorang wanita mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama dengan anak-anaknya, dengan memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak.
(3)     Setelah putusnya perkawinan, seseorang wanita mempunyai hak yang sama dengan mantan suaminya atas semua hal yang berkenaan dengan hartabersama tanpa mengurangi hak anak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Hak Wanita Dalam Masalah Warisan.
Masyarakat kuno sama sekali tidak memberikan hak waris kepada wanita. Bila memberika juga, wanita diperlakukan sebagai anak kecil, yang berarti bahwa: ia tidak di beri kebebasan dan status sebagai pribadi yang mempunyai hak-hak.
Dalamala hokum-hukum masyarakat kuno, apabila kadang-kadang warisan diberikan juga kepada anak perempuan, tidak pernah warisan itu diberikan kepada anak dari anak perempuan itu, sementara seorang anak laki-laki dapat menerima warisanya sendiri dan anaknya pun dapat menerima warisan dari peningnya kelak.
Beberapa hokum didunia memberikan warisan bagi wanita maupun pria, tetapi tidak dengan ketentua sebagaimana yang disebut Al-Qur’an dengan nashiban mafrudhaha, yakni "menurut bagian yang sudah ditentukan" (Q.4:7), tetapi dalam bentuk bahwa seorang calon pewaris, apabila ia menghendaki, boleh membuat suatu wasiat bagi anaknya yang permpuan.[3]




KESIMPULAN
Sesungguhnya Islam menempatkan wanita pada posisi yang tinggi dan sejajar dengan pria.

Ganjaran yang besar pun dijanjikan bagi yang mau melaksanakannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan anjuran dalam sabda-Nya:

“Siapa yang memelihara dua anak perempuan hingga keduanya mencapai usia baligh maka orang tersebut akan datang pada hari kiamat dalam keadaan aku dan dia (dekat seakan menjadi) 1 seperti dua jari ini.” Beliau menggabungkan jari-jemarinya. (HR. Muslim no. 6638 dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu)

Wanita juga memiliki hak untuk menjadi seorang Ibu

Islam memuliakan wanita semasa kecilnya, ketika remajanya dan saat ia menjadi seorang ibu. Allah Subhanahu wa Ta’ala mewajibkan seorang anak untuk berbakti kepada kedua orang tuanya, ayah dan ibu.


                                             DAFTAR PUSTAKA                

    Murthada Muthahhari, Hak-Hak Wanita Dalam Islam; penerjemah M. Hashem. Cet.6 jakarta:Lentera 2001. Hal 153

    David little, John Kelsay, dan Abdul Aziz A. Sachedina. Kajian Lintas Kultural Islam Barat Kebebasan Agama Dan Hak Asasi Manusia Hal.41-42

    UUD Dasar 45


[1] Official Records. Siding ketiga, komisi III, bagian 2, hal 49.
[2] David little, John Kelsay, dan Abdul Aziz A. Sachedina. Kajian Lintas Kultural Islam Barat Kebebasan Agama Dan Hak Asasi Manusia Hal.41-42
[3] Murthada Muthahhari, Hak-Hak Wanita Dalam Islam; penerjemah M. Hashem. Cet.6 jakarta:Lentera 2001. Hal 153

Tidak ada komentar:

Posting Komentar