Label

Jumat, 14 Oktober 2011

WADI’AH




A.   Pengertian Wadi’ah
Kata wadi’ah berasal dari wada’asy syai-a, yaitu menitipkan,[1] meletakkan, atau meninggalkan sesuatu. Diungkapkan secara mutlak, kata itu menurut bahasa bagaikan sesuatu yang di titipkan pada selain pemiliknya untuk dipelihara.1 Bisa juga diartikan wadi’ah itu ialah menitipkan barang kepada orang lain untuk dipelihara yang wajar[2].
B.   Hukum Wadi’ah.
1. Sunat, bagi orang yang percaya kepada dirinya bahwa dia sanggup menjaga barang yang diserahkan kepadanya. Memang menerima barang titpan adalah sebagian dari tolong menolong dalam kebaikan yang dianjurkan oleh agama islam.1 Hukum ini berlaku apabila ada orang lain yang dapat dipercayakan titipan kepadanya.
2. Wajib, berbeda dengan yang diatas tadi, maka apabila tidak ada orang lain, hanya kita sendiri, maka ketika itu hukumnya wajib untuk menerima barang titipan tersebut.
3. Makruh, yaitu bagi orang yang dapat menjaganya, tetapi ia tidak percaya kepada dirinya sendiri; boleh jadi di kemudian hari itu menyebabkan dia berkhianat terhadap barang yang dititipkan kepadanya.
4. Haram, apabila dia tidak mampu/tidak sanggup menjaganya sebagaimana mestinya, karena seolah-olah ia membukakan pintu untuk kerusakan atau lenyapnya barang yang dititpkan tersebut.[3]
C. Dalil Yang Berkenaan Dengan Wadi’ah
Allah bersabda dalam Al-Qur`nul Karim Surah An-Nisa` : 58 :

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya,…..”(Q.S.An-Nisa:58).[4]
Juga pada surah Al Baqarah : 283. Yang artinya: “… akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; …”.
Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, yang artinya: “Tunaikanlah amanah (titipan) kepada yang berhak menerimanya dan janganlah membalasnya khianat kepada orang yang menghianatimu.” (H.R. Abu Daud  Dan Turmudzi).
Kemudian, dari Ibnu Umar berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: “Tiada kesempurnaan iman bagi setiap orang yang tidak beramanah, tiada shalat bagi yang tiada bersuci.” (H.R Thabrani).
Dalam dasar hukum yang lain menerangkan yaitu IJMA` ialah para tokoh ulama Islam sepanjang zaman telah melakukan Ijma` (konsensus) terhadap legitimasi Al Wadi`ah karena kebutuhan manusia terhadap hal ini, seperti dikutip oleh:
  • Dr. Azzuhaily dalam al-Fiqih al-Islami wa adillatuhu dalam kitab Al-Mughni Wa Syarh Kabir Li Ibni Qudhamah dan Mubsuth Li Imam Sarakhsy.
  • Dr. Hasan Abdullah Amin dalam al Wada`i  al Masharifah an Maqdiyah wa Istitsmariha fi al Islam hal.  23 – 31
  • SYAFII ANTONIO dalam Bank Syariah dari Teori ke Praktek (Jakarta GIP 2001) hal 35.
Kemudian berdasarkan fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) No: 01/DSN-MUI/IV/2000, menetapkan bahwa Giro yang dibenarkan secara syari’ah, yaitu giro yang berdasarkan prinsip Mudharabah dan Wadi’ah. Demikian juga tabungan dengan produk Wadi’ah, dapat dibenarkan berdasarkan Fatwa DSN No: 02//DSN-MUI/IV/2000, menyatakan bahwa tabungan yang dibenarkan, yaitu tabungan yang berdasarkan prinsip Mudharabah dan Wadi’ah.[5]
D. Jenis Wadi`ah
1. Wadi’ah Yad Al-Amanah
Merupakan akad penitipan barang/uang dari penitip (muwaddi’) kepada penyimpan (mustawda’) dimana barang/uang yang dititipkan tidak boleh dipergunakan dan dimanfaatkan oleh penyimpan. Kerusakan atau kehilangan barang/uang titipan yang bukan disebabkan oleh kelalaian penyimpan bukan tanggung jawab penyimpan. Sebagai
konsekuensinya, penyimpan dapat membebankan biaya penitipan kepada penitip yang
telah disepakati bersama. Contoh Aplikasi pada  perbankan: safe deposit box.
Ciri-ciri Wadiah Yad Amanah adalah sebagai berikut:
a.          Penerima titipan adalah memperoleh kepercayaan
b.         Harta/modal/barang yang berada dalam titipan harus dipisahkan
c.     Harta dalam titipan tidak dapat digunakan
d.         Penerima titipan tidak mempunyai hak untuk memanfaatkan simpanan
e.          Penerima titipan tidak diharuskan mengganti segala resiko kehilangan atau kerusakan harta yang dititipkan kecuali bila kehilangan atau kerusakan itu karena kelalaian penerima titipan.
2. Wadi’ah Yad Al-Dhamanah
Merupakan akad penitipan barang/uang dari penitip (muwaddi’) kepada penyimpan (mustawda’) dimana barang/uang yang dititipkan dapat dipergunakan dan dimanfaatkan dengan seizin penyimpan. Semua keuntungan yang dihasilkan adalah milik penyimpan dengan konsekuensi kerusakan atau kehilangan barang/uang yang dititipkan
merupakan tanggung jawab penyimpan. Penyimpan tidak dilarang untuk memberikan
bonus kepada penitip dengan catatan tidak dijanjikan sebelumnya.
Ciri-ciri Wadi’ah Yad Dhamanah adalah sebagai berikut:
a.          Penerima titipan adalah dipercaya dan penjamin barang yang dititipkan
b.         Harta dalam titipan tidak harus dipisahkan
c.          Harta/modal/barang dalam titipan dapat digunakan untuk perdagangan
d.         Penerima titipan berhak atas pendapatan yang diperoleh dari pemanfaatan harta titipan dalam perdagangan
e.          Pemilik harta/modal/ barang dapat menarik kembali titipannya sewaktu-waktu. [6]
E. Jenis Barang Yang Di Wadi’ahkan
Dalam kehidupan kita masa sekarang ini bahkan mungkin sejak adanya bank kompensional kita mungkin hanya mengenal tabungan/wadi`ah itu hanya berbentuk uang, tapi sebenarnya tidak, masih banyak lagi barang yang bisa kita wadi`ahkan seperti :
1.      Harta benda, yaitu biasanya harta yang bergerak, dalam bank konvensional tempat penyimpanannya dikenal dengan Safety Box sutu tempat/kotak dimana nasabah bisa menyimpan barang apa saja kedalam kotak tersebut.
2.      Uang, jelas sebagaimana yang telah kita lakukan pada umumnya.
3.      Dokumen (Saham, Obligasi, Bilyet giro, Surat perjanjian Mudhorobah dll)
4.      Barang berharga lainnya (surat tanah, surat wasiat dll yang dianggap berharga mempunyai nilai uang)2
F.  Rukun Wadi’ah
Rukun wadi`ah yaitu :
1.      Ada barang yang diwadi`ahkan. Syaratnya, merupakan milik yang syah.[7]
2.      Ada Muwaddi` yang bertindak sebagai pemilik barang/uang sekaligus yang menitipkannya/menyerahkan.
3.      Ada Mustawda` yang bertindak sebagai penerima simpanan atau yang memberikan pelayanan jasa custodian.
4.      Lafaz atau Ijab Qabul (Sighat), Seperti "Saya titipkan barang ini kepada engkau" Jawabnya, "Saya terima barang titipanya".1 Dan dalam perbankan biasanya ditandai dengan penanda tanganan surat/buku tanda bukti peyimpanan.[8]
Habis masa aqad wadi’ah ialah dengan minta berhenti, gila, atau matinya salah seorang  yang ber ‘aqad.

PERINGATAN1
Apabila sesorang yang menyimpan barang titipan sudah begitu lama, sehingga ia tidak tahu lagi atau siapa pemiliknya. Dan dia sudah pula berusaha mencari dengan secukupnya, namun tidak juga didapatnya keterangan yang jelas, maka barang itu boleh di pergunakan untuk kepentingan umat islam dengan mendahulukan yang lebih penting dari yang penting.1


KESIMPULAN
·         Wadi’ah adalah muamalah antara sesama manusia (hablu minannas) yaitu menitipkan barang kepada orang lain untuk di peliharakan dengan wajar.
·         Wadi’ah bisa menjadi sunat, wajib, makruh, atau haram, sesuai dengan syarat dan ketentuan yang terjadi/berlaku pada saat itu.
·         Diantara dalil-dalil Wadi’ah antara lain Q.S. An Nisa:58 dan Al-Baqarah:283 pada Al-qur’an. Dan hadits-hadits Nabi Muhammad SAW. Serta ‘Ijma para ulama.
·         Wadi’ah Yad Al-Amanah, merupakan akad penitipan barang yang dititipkan yang tidak boleh dipergunakan dan dimanfaatkan oleh penyimpan. Kerusakan atau kehilangan barang titipan yang bukan disebabkan oleh kelalaian penyimpan bukan tanggung jawab penyimpan.
·         Wadi’ah Yad Al-Dhamanah, merupakan akad penitipan, dimana barang yang dititipkan dapat dipergunakan dan dimanfaatkan dengan seizin penyimpan. Semua keuntungan yang dihasilkan adalah milik penyimpan dengan konsekuensi kerusakan atau kehilangan barang/uang yang dititipkan merupakan tanggung jawab penyimpan. Penyimpan tidak dilarang untuk memberikan bonus kepada penitip dengan catatan tidak dijanjikan sebelumnya.
·         Rukunya ialah:
Barang yang dititipkan, Ada Muwaddi, Ada Mustawda’, Lafaz (Ijab Qabul).



DAFTAR PUSTAKA

      Muhammad, Abu Bakar. Fiqih Islam, Terjemah Fathul Qarib.
      Rifa’I, Mohammad. Fiqih Islam Lengkap, (PT. Karya Toha Putra, Semarang).
      Rasyid, Sulaiman. 1994. Fiqh Islam, (Hukum Fiqh Lengkap); penyuting, Ii Sufyana, Farika,-Cet.27.-(Bandung, Sinar Baru Algesindo)
      Oleh: Drs. Darmansyah Hsb, SH., MH
E-mail: darmansyahhshasibuan@yahoo.co.iddarmansyahhshasibuan@yahoo.co.id



[1] Abu Bakar Muhammad, Fiqih Islam, Terjemah Fathul Qarib. Hlm, 195
[2] Moh Rifa’I, Fiqih Islam Lengkap, (PT. Karya Toha Putra, Semarang) , hlm, 429
[3] Sulaiman Rasyid; Fiqh Islam, (Hukum Fiqh Lengkap); penyuting, Ii Sufyana, Farika,-Cet.27.-(Bandung, Sinar Baru Algesindo, 1994), hlm, 330.
[4] Sulaiman Rasyid; Fiqh Islam, (Hukum Fiqh Lengkap); penyuting, Ii Sufyana, Farika,-Cet.27.-(Bandung, Sinar Baru Algesindo, 1994), hlm, 330.
[7] Sulaiman Rasyid; Fiqh Islam, (Hukum Fiqh Lengkap); penyuting, Ii Sufyana, Farika,-Cet.27.-(Bandung, Sinar Baru Algesindo, 1994), hlm, 330.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar