Kenyataan pahit yg dialami umat Islam sekarang ini berupa kebodohan dalam masalah aqidah dan masalah-masalah keyakinan lainnya, serta perpecahan dalam metodologi pemahaman dan pengamalan Islam. Apalagi sekarang ini penyebaran da’wah Islam di berbagai belahan bumi tdk lagi sesuai dengan aqidah dan manhaj generasi pertama yg telah mampu melahirkan generasi terbaik.
Menyaksikan praktek sihir dan perdukunan yg sangat merajalela dan transparan di Indonesia membuat bulu kuduk kita merinding. Bagaimana mungkin sebuah dosa besar berlangsung begitu sangat transparan tanpa ada peringatan secara sistemik dari pemerintah. Berbagai iklan yg ditampilkan oleh majalah dan koran menegaskan posisi keduanya sebagai salah satu proyek bisnis dengan digit yg menggiurkan. Sebegitu parahkan negeri kita ?
Seorang muslim yg jujur ketika ditanya tentang hukum perdukunan tentu saja akan menjawab bahwa itu adl terlarang dan merupakan perbuatan syirik kepada Allah SWT. Tapi kenapa hal ini justru begitu menjamur dan mengakar dalam masyarakat kita. Setidaknya ada beberapa argumen utk menjelaskan kenyataan ini;
pertama : awamnya masyarakat tentang pengertian dukun sihir dan ruqyah syar’iyah . Banyak kalangan awam ketika diajarkan tentang bacaan-bacaan berbahasa Arab meskipun mereka tidak mengerti artinya mereka menganggap bahwa itu syar’i dan boleh hukumnya. Padahal bacaan-bacaan yg tidak mempunyai landasan syari’at ataupun mempunyai landasan syar’i tapi dipergunakan bukan pada tempatnya seperti menulis ayat Al-Qur’an pada kalung lalu menggantungkannya di leher dgn maksud kebal atau menjaga diri adl perbuatan bid’ah sekaligus peremehan terhadap ayat-ayat Al-Qur’an.
Kedua : adanya sosok-sosok yg menamakan diri mereka kyai dan ulama tapi pada kenyataan mereka mempraktekkan sihir dan perdukunan seperti bekerjasama dgn jin utk keperluan di luar kuasa manusia seperti jodoh dan rezki pasang susuk dll. Mereka bukanlah ulama melainkan para da’i yg mengajak pada neraka jahannam . Kaum Muslimin tidak pernah berbeda pendapat dalam masalah asasi seperti Tauhid dan Syirik. Oleh karena itu melakukan berbagai tindakan yang bertentangan dengan aqidah Islam dengan legitimasi segelintir orang yg menamakan dirinya kyai adalah kebodohan yg kuadrat.
Ketiga : lemahnya iman. Hal ini adl akibat logis dari minimnya pengetahuan orang tentang Islam ditambah minus dalam pengamalan. Disadari tuntutan dan godaan hidup begitu kompleks. Kadang-kadang terasa begitu berat sehingga seorang muslim yg lemah iman kemudian melarikan masalah mereka kepada dukun dan tukang sihir. Termasuk dalam hal ini adalah astrologi . Apakah dalam keyakinan Islam terdapat penjelasan bahwa nasib manusia ditentukan oleh bergeraknya bintang ke arah tertentu ? Apakah manusia dalam zaman modern ini bisa menjelaskan secara logis disertai bukti-bukti ilmiah tentang korelasi antara pergerakan bintang dgn nasib manusia ? Yang pasti adalah bahwa hal itu adl kepercayaan agama lain yg secara tidak sadar dipercayai oleh kaum Muslimin sehingga menjerumuskan mereka kepada perbuatan terlarang. Rasulullah SAW. bersabda “Barangsiapa yg mendatangi tukang sihir atau tukang tenung kemudian membenarkan perkataannya maka shalatnya tidak diterima selama 40 hari.”
Keempat : tuntutan kehidupan materialisme modern. Kita tidak bisa menyalahkan masa/waktu sebagaimana diterangkan oleh Rasullah SAW. dalam sebuah hadits shahih. Modernisasi adl suatu hal yg sah-sah saja krn berkembang berkreasi dan mencintai hal-hal yg serba baru adl fitrah manusia. Namun ketika materialisme sebagai sebuah pandangan yg 100 % bertolak belakang dgn Islam mendominasi jadilah hal-hal yg menyertai kehidupan modern menjadi problem buat kaum Muslimin. Kecantikan yg dipuja-puja kekayaan yg dipertuhankan pangkat dan jabatan yg begitu diagung-agungkan dan simbol-simbol materialisme lainnya adl kenyataan yg menghinggapi kaum Muslimin. Sebagai kompetisi ada yg berjaya ada juga yg kalah. Dan yg terakhir mencoba menempuh jalur-jalur “tidak resmi” seperti dukun dan sihir.
Lantas bagaimana sikap kita ? Kaum muslimin khususnya para du’at mempunyai kewajiban utk menerangkan masalah esensial ini sejelas-jelasnya. Dan negara sebagai sebuah institusi yg dituntut mengayomi kehidupan masyarakat mempunyai kewajiban utk menerangkan masalah ini. Bukankah agama adl inti kehidupan manusia ? Negara juga berkewajiban menetapkan hukuman bagi tukang sihir ataupun dukun yg masih berpraktek utk menghindari mahkamah massa. Pembantaian para dukun/kyai di Banyuwangi dgn banyak tuduhan yg tak terbukti adl akibat dari tidak adanya polisi yg jelas dari pemerintah. Pemerintah berkewajiban menjamin keamanan rakyat. Jika hal itu tidak terwujud emosi rakyat bisa jadi meledak. Mampukah kita menahan diri jika orang tua kita saudara kita atau keluarga kita disantet oleh orang yg kita ketahui namun kita tidak bisa buktikan secara hukum ? Dalam hal ini pemerintah jelas berkewajiban utk melakukan prosedur-prosedur sistemik dan bertanggung jawab jika ingin keamanan masyarakat terjamin.
Para ulama dan da’i perlu menyelaraskan program-program dakwah yg terarah. Betapapun orientasi dakwah harus bermula dari perbaikan aqidah sebagaimana yg dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Tanpa aqidah dan mabda’ yg satu persatuan umat Islam adl utopia belaka krn orientasi arah dan tujuan yg berbeda. Dapatkah sebuah khilafah Islamiyah mewujud di atas kumpulan orang-orang yg mempunyai aqidah yg beragam ? Karenanya orientasi perbaikan pemahaman aqidah sesuai dgn petunjuk Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagaimana yg dicontohkan oleh Rasullah SAW. dan para Sahabat ridwanullah ‘alaihim harus mendapat prioritas utama. Yang harus selalu diingat bahwa sikap dan prinsip manusia dibangun di atas aqidah yg dianutnya.[1]
B. Dimensi Aqidah Di Era Globalisasi
Masalah besar umat hari ini memasuki era globalisasi terjadinya interaksi dan ekspansi kebudayaan secara meluas melalui media massa yang di tandai dengan semakin berkembangnya pengaruh budaya pengagungan materi secara berlebihan (materialistik), pemisahan kehidupan duniawi dari supremasi agama (sekularistik), dan pemujaan kesenangan indera mengejar kenikmatan badani (hedonistik). Gejala ini merupakan penyimpangan jauh dari budaya luhur turun temurun serta merta telah memunculkan berbagai bentuk Kriminalitas, Sadisme, Krisis moral secara meluas.[2]
Sesungguhnya pandangan manusia terhadap kehidupan dan alam semesta, pengetahuan-pengetahuan yang dimilikinya berkenaan dengan berbagai bidang dan bahkan naluri dan perasaan-perasaannya, semua itu bersumber dari akidah yang diyakininya. Di samping itu, akidah tersebut juga memiliki peranan penting dalam membina dan membangun pemikiran, etika dan tata cara hidup sosialnya, serta dalam mengarahkan kemampuan-kemampuannya ke arah membangun dan perubahan.
Meskipun Dalam era globalisasi sekarang ini lembaga-lembaga pemikiran hasil rekayasa manusia (al-madaris al-wadh’iyyah) telah berhasil mencapai kesuksesan dalam berbagai bidang peradaban materialis, tapi lembaga-lembaga pemikiran tersebut mengalami kegagalan fatal dalam membina dan membangun sebuah kehidupan idaman yang bebas dari belenggu kebejadan dan kejahatan. Dekadensi moral, retaknya kehidupan rumah tangga dan kevakuman ideologi adalah contoh riil dari kegagalan fatal itu sebagai persembahan peradaban materialis tersebut (kepada dunia) akibat rekayasa manusia sendiri.
Dengan berlandaskan kepada fitrah suci - sebagai anugerah Allah Yang Maha Pencipta - yang senantiasa menuntun manusia menuju cahaya akidah Islam yang dapat menerangi segala yang berada di sekitarnya, hikmah dan kebijaksanaan-Nya menuntut-Nya untuk memberikan petunjuk kepada manusia demi memahami akar dan dasar-dasar akidah sebagai landasan utama bagi pengetahuan manusia akan hakekat wujud ini. Hal ini dimaksudkan supaya ia dapat mencapai keyakinan dan kepercayaan yang benar, selamat dari cacat dan jauh dari segala penyelewengan.
Ketika manusia mau menggunakan akalnya, ia akan memahami bahwa akidah Islam meliputi undang-undang yang sempurna bagi setiap sisi dan dimensi kehidupannya, menunjukkan jalan baginya demi berkreasi dalam kehidupan tersebut, sejalan dengan fitrah setiap insan dan dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan ruhani dan materi setiap individu secara seimbang dan cermat. Di samping itu, akidah tersebut juga dapat menjamin terjaganya kehormatan dan kepribadiannya.
Hanya dengan formulasi-formulasi akidah inilah akan terealisasikan pembinaan kepribadian manusia, baik kepribadian setiap individu, masyarakat maupun negara Islam. Dan hanya dengan formulasi-formulasi tersebut juga akan terjalin hubungan dan ikatan (antar sesama manusia), diketahui hak-hak dan kewajiban, terealisasikan keadilan dan persamaan, terstabilkan keamanan dan keselamatan, terwujudkan rasa solidaritas, memasyarakat keutamaan dan kemuliaan, dan akan terwujudkan pembinaan kepribadian manusia dalam setiap sisi dan dimensi kehidupannya.
Dalam sisi pemikiran, akidah Islam telah berhasil mengeluarkan manusia dari alam takhayul dan kebodohan dengan menganjurkannya untuk mengerahkan segala kemampuan yang dimilikinya demi merenungkan tanda-tanda keagungan Allah sehingga ia mampu mencapai kehidupan yang terhiasi dengan cahaya ilmu. Atas dasar ini, Islam melarang pengikutnya bertaklid dalam ruang lingkup akidah, dan sebaliknya, ia mendasari iman dengan ilmu dan pengetahuan.
Dalam sisi kehidupan sosial, akidah Islam telah berhasil merubah corak kehidupan masyarakat yang sebelumnya dilandasi oleh fanatisme suku, warna kulit dan harta benda dengan corak baru yang dilandasi oleh tolok ukur-tolok ukur spiritual (ma’nawiyah) yang teraktualkan dalam konsep takwa, fadhilah dan persaudaraan insani. Dengan ini, terbentuklah sebuah umat muslim ideal yang hidup di tengan-tengah masyarakat manusia, yang sebelumnya mereka berpecah belah dan menjalani kehidupan ini atas dasar balas dendam.
Dalam sisi etika dan akhlak, akidah Islam telah berhasil menumbuhkan kesadaran diri (al-wa’iz adz-dzati) yang mempercayai bahwa Sang Pencipta Yang Maha Tinggi nan Agung selalu memperhatikan segala tingkah laku manusia, dan setiap sepak terjangnya pasti memiliki pahala dan dosa. Hal ini akan menyebabkan keseimbangan naluri (gharizah) dan tumbuhnya akhlak yang mulia (dalam dirinya); satu unsur yang dapat kita temukan dalam seluruh hukum Islam.
Begitu juga akidah Islam memiliki peranan penting dalam membangun masyarakat di bidang ekonomi, politik dan pendidikan. Dengan demikian, akidah Islam adalah simbol kekuatan dalam sejarah peradaban Islam.
Oleh karena itu, untuk menyelamatkan manusia muslim dari kondisi rohani yang lemah dan terjerumus ke dalam glamour materi, kita harus mengingatkannya dengan bahasa dan metode yang sesuai dengan tuntutan zaman modern dan perkembangan pemikiran atas segala persembahan yang telah diberikan oleh akidah tersebut (kepadanya) dan meyakinkannya bahwa akidah yang dimiliki itu memiliki validitas untuk diterapkan di setiap era dan periode.[3]
DAFTAR PUSTAKA
wuihhh mantappp blog satria.....
BalasHapus