Label

Jumat, 14 Oktober 2011

PEMBAHASAN MENGENAI TRADISI PRAKTEK EKONOMI DI MASA ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ


A. Sistem Ekonomi  Dan Fiskal Pemerintahan Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Pengangkatan Abu Bakar menjadi khalifah, pada satu sisi memberikan kemudahan tersendiri bagi berlanjutnya pemerintahan negara Madinah, namun pada sisi lain munculnya penolakan orang-orang Arab, terutama orang yang baru masuk Islam untuk memberikan bai’at kepada Abu Bakar, bahkan mereka menentang Islam. Hal ini tidak mengherankan karena mereka menganggap bahwa masuknya mereka kedalam Islam disebabkan oleh perjanian yang dibuat dengan Muhammad, dan dengan kematian beliau, maka batallah perjanjian tersebut. Mereka adalah para muallaf yang belum memahami prinsip-prinsip keimanan dan ajaran Islam yang lain, disebabkan belum cukup waktu bagi nabi yang sangat tidak mungkin dapat dijangkau oleh utusan agama yang datang pada mereka.
Pada masa awal pemerintahannya, Abu Bakar banyak menghadapi gangguan dari berbagai golongan, antara lain orang-orang murtad, golongan yang tidak mau membayar zakat, dan nabi palsu. Adanya orang-orang murtad ini disebabkan karena mereka belum memahami benar tentang Islam, mereka baru dalam taraf pengakuan, atau masuk Islam karena terpaksa. Sehingga ketika Rasulullah wafat, mereka langsung kembali kepada agama semula. Karena mereka beranggapan bahwa kaum Quraisy tidak akan bangun lagi setelah pemimpinnya, Nabi Muhammad SAW meninggal dunia. Di samping itu mereka tidak dapat memisahkan antara agama dan Rasul pembawanya. Maka setelah meninggalnya Rasulullah, mereka tidak terikat lagi dengan agama Islam lalu kembali kepada ajaran agamanya semula.
Golongan orang yang tidak mau membayar zakat, kebanyakan berasal dari kabilah yang banyak yang tinggal di kota Madinah, seperti Bani Gathfan , Bani Bakar, dan lain-lain.
Mereka beranggapan bahwa membayar zakat hanya kepada Nabi Muhammad, dan setelah Nabi wafat, maka tidak ada lagi kewajiban untuk membayar zakat.
Adapun orang-orang yang tidak mau membayar zakat karena mereka memandang zakat sebagai pajak yang dipaksakan, karena itu mereka tidak mau mamatuhinya. Tetapi golongan terbesar dari mereka yang tidak mau membayar zakat adalah karena salah memahamkan ayat suci Al-Qur’an:

õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkŽÏj.tè?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgøn=tæ ( ¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y öNçl°; 3 ª!$#ur ììÏJy íOŠÎ=tæ ÇÊÉÌÈ

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (Q.S.At-taubah 103)[1]
Sedangkan orang-orang yang mengaku sebagai nabi, sudah mulai muncul pada hari-hari terakhir kehidupan Nabi Muhammad, walaupun mereka masih menyembunyikan tujuan mereka sebenarnya. Namun setelah Nabi Muhammad wafat, mereka semakin berani menunjukkan keinginan mereka, sebagai pengacau dan nabi-nabi palsu.
Untuk mengatasi kekacauan tersebut, khalifah Abu Bakar bermusyawarah dengan para sahabat, tindakan apa yang harus dilakukan. Akhirnya dengan kesepakatan bersama, semua golongan yang telah menyeleweng itu harus diperangi, salah satunya adalah perang Riddah, sampai mereka mau kembali kepada kebenaran.
Perang Riddah (perang melawan kemurtadan) di bawah kepemimpinan Khalid ibnu Walid, akhirnya perang dapat diakhiri dengan kemenangan ditangan pemerintahan Abu Bakar. Namun akibat yang muncul adalah tewasnya banyak diantara sahabat yang hafal Al-Qur’an karena keikut sertaan mereka dalam perang tersebut.
Mereka adalah penghafal bagian-bagian Al-Qur’an. Melihat situasi ini, Umar merasa cemas karena mungkin makin bertamnya para Qori yang tewas akan menghilangkan sebagian Al-Qur’an. dengan alasan inilah akhirnya Umar mengusulkan kepada Abu Bakar untuk membukukan Al-Qur’an. Abu Bakar pada mulanya tidak setuju dengan usulan tersebut, karena tidak ada otoritas dari nabi untuk membukukan Al-Qur’an, namun kemudian ia setuju dan memberikan tugas tersebut kepada Zaid bin Tsabit untuk menuliskannya.
Dalam menjalankan dakwah itu tidak hanya berbicara saja dengan kawan-kawannya dan meyakinkan mereka, dan dalam menghibur kaum duafa dan orang-orang miskin yang disiksa dan dianiaya oleh musuh-musuh dakwah, tidak hanya dengan kedamaian jiwanya dengan sifatnya yang lemah lembut, tetapi ia menyantuni mereka dengan hartanya. Digunakannya hartanya itu untuk membela golongan lemah dan orang-orang tak punya, yang telah mendapat petunjuk Allah ke jalan yang benar, tetapi lalu dianiaya oleh musuh kebenaran itu.
Tetapi abu bakar sendiri pun tidak bebas dari gangguan quraisy. sam halnya dengan Muhammad sendiri byang juga tidak lepas dari gangguan itudengan kedudukannya yang sudah demikian rupa di kalangan kaum nya serta perlindungan bani hasyim kepadanya. setiap Abu Bakar melihat Muhammad di ganggu oleh Quraisy ia selalu siap membelanya dan mempertaruhkan nyawanyauntuk melindunginya. Ibn Hisyam menceritakan,bahwa perlakuan yang paling jahat dilakukan quraisy terhadap rasulullah ialah setelah agama dan dewa-dewa mereka di cela.
Organisasi dan mekanisme pemerintahan abu bakar adalah begitu kuat dan merata. perhubungan antara pusat (madinah) dengan daerah sampai kepada instansi yang terendah di suku-suku kabilah rapat sekali. itu adalah juga sebagai hasil dari kemenangan abu bakar di peperangan Riddah.
Hal yang demikian memberikan kemungkinan kepada ’’Hukum“ untuk timbul menonjol tinggi dan kepadanya ’’Kekuasaan“ untuk mengembangkan sayapnya. maka sebagai kelanjutannya dari itu, lahirlah masa baru dan zaman gemilang yaitu masa kemakmuran dan kebahagiaan hidup menuruti filsafat islam yang tersimpul di dalam ’’Baldatun taiyiban wa rabbun gafur“ (Negara makmur dilindungi tuhan yang pengampun).
Sebenarnya memang hukum dan kekuasaanlah yang dapat menjamin kemakmuran umat. hukum menciptakan keamanan.hukum mengatur sistem pengumpulan dan pembagian rezeki. hukum menentukan hak dan kewajiban, dan hukum pulalah dengan seluruh sangsi-sangsi yang menjamin berjalannya seluruh undang-undang dan peraturan.

B. Prestasi Abu Bakar Pada Masa Pemerintahannya
Dalam jangka waktu dua tahun tiga bulan bangsa-bangsa yang memberontak itu dapat kembali tenang dan menjadi bangsa bersatu yang kuat, disegani dan berwibawa, yang akhirnya malah dapat menerobos dua imperium besar yang ketika itu menguasai dunia dan menentukan arah kebudayaannya. Kedaulatan ini pula yang kemudian mengemban peradaban di dunia selama berabad-abad sesudahnya. (Abu Bakar muhammd haikal husain hal 341)
Sejak menjadi khalifah, kebutuhan keluarga Abu Bakar diurus dengan harta baitul maal, dua setengah dirham tiap hari ditambah daging domba dan pakaian biasa. Karena kurang mencukupi kemudian dinaikkan menjadi 2000 atau 2500 dirham, pada riwayat lain 6000 dirham per tahun[2]. 
Namun demikian beberapa saat menjelang ajalnya, negara kesulitan dalam mengumpulkan pendapatan kemudian beliau memerintahkan untuk memberikan tunjangan sebesar 8000 dirham dan menjual sebagian besar tanah yang dimilikinya untuk negara.[3] Beliau sangat akurat dalam penghitungan dan pengumpulan zakat kemudian ditampung di baitul maal dan didistribusikan dalam jangka waktu yang tidak lama sampai habis tidak tersisa. Pembagiannya sama rata antara sahabat yang masuk Islam terlebih dahulu maupun yang belakangan, pria maupun wanita. Beliau juga membagikan sebagian tanah taklukan, dan sebagian yang lain tetap menjadi milik negara. Dan juga mengambil alih tanah orang-orang yang murtad untuk kepentingan umat Islam. Ketika beliau wafat hanya ditemukan 1 dirham dalam perbendaharaan negara karena memang harta yang sudah dikumpulkan langsung dibagikan, sehingga tidak ada penumpukan harta di baitul maal. 
Dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan umat islam khalifah abu bakar melaksanakan berbagai kebijakan ekonomi seperti yang telah dipraktekkan oleh rasulullah SAW. Ia sangat memperhatikan keakuratan penghitungan zakat, sehingga tidak kelebihan atau kekurangan pembayaranya. Dalam ini Abu bakar pernah berbicara kepada anas RA, “Jika seseorang mempunyai kewajiban untuk membayar zakat berupa seekor unta betina berumur 2 tanhun, maka hal yang demikian dapat diterima dan petugas zakat akan mengemalikan kepada orang tersebut sebanyak 20 dirham atau 2 ekor domba sebagai kelebihan dari pembayaran zakatnya” 
Dalam kesempatan lain, abu bakar juga pernah berbicara kepada anas , “kekayaan orang berbeda tidak dapat digabung atau kekayaan yan telah digabung tidak dapat di pisahkan (karena dikhawatirkan akan terjadi kelebihan atau kekurangan pembayaran zakat)”[4]
Dalam kesempatan yang lain ia menginstruksikan pada amil yang sama bahwa kekayaan dari orang yang berbeda tidak dapat digabung, atau kekayaan yang telah digabung tidak dapat dipisahkan. Hal ini ditakutkan akan terjadi kelebihan pembayaran atau kekurangan penerimaan zakat.
Abu Bakar mengambil langkah – langkah tegas untuk mengumpulkan zakat dari semua umat Islam termasuk badui yang kembali memperlihatkan tanda – tanda pembangkangan sepeninggal Rasulullah SAW. Ketika berita tentang wafatnya Rasulullah tersebar keseluruh penjuru Madinah, banyak suku – suku Arab yang meninggalkan Islam dan menolak membayar zakat.
Seperti halnya masa Rasulullah, pada era Abu Bakar kondisi perekonomian masih relatif sederhana. Walaupun daerah kekuasaan Islam makin luas, tetapi kehidupan pada waktu itu masih sangat terbatas, dimana kegiatan ekonomi masih didominasi oleh sektor pertanian dan peternakan. Begitu juga kegiatan konsumsi dan perdagangan masih relatif sederhana. Karena kehidupan ekonomi pada waktu itu masih sederhana, maka yang diatur pada era kenabian dan juga pada era Khulafaur-Rasyidin hanyalah masalah harta, riba, zakat, transaksi, pertukaran, harga, atau mudarabah.
 
C. Baitul Maal dari Masa ke Masa
Pada masa Rasulullah saw, Baitul Maal  lebih mempunyai pengertian sebagai pihak (al-jihat) yang menangani setiap harta benda kaum Muslimin, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran. Saat itu, Baitul Maal  belum mempunyai tempat khusus untuk menyimpan harta, karena harta yang diperoleh belum begitu banyak. Kalaupun ada, harta yang diperoleh hampir selalu habis dibagi bagikan kepada kaum Muslimin serta dibelanjakan untuk pemeliharaan urusan mereka. Rasulullah saw senantiasa membagikan ghanimah dan seperlima bagian darinya (al-akhmas) setelah selesai peperangan, tanpa menunda nundanya lagi. Dengan kata lain, beliau segera membagikannya sesuai dengan jatah masing-masing.
Pada umumnya Rasulullah saw membagi-bagikan harta pada hari diperolehnya itu. Hasan bin Muhammad menyatakan: Rasulullah saw tidak pernah menyimpan harta baik siang maupun malamnya, bila harta itu datang pagi-pagi, akan segera dibagi sebelum tengah hari tiba. Demikian juga jika harta itu datang siang hari, akan segera dibagi sebelum malam hari tiba. Oleh karena itu, saat itu belum ada atau belum banyak harta tersimpan yang mengharuskan adanya tempat atau arsip tertentu bagi pengelolaannya.
Keadaan seperti di atas terus berlangsung sepanjang masa Rasulullah saw. Ketika Abu Bakar menjadi Khalifah, keadaan Baitul Maal masih berlangsung seperti itu di tahun pertama kekhilafahannya (11 H/632 M). Jika datang harta kepadanya dari wilayah-wilayah kekuasaan Khilafah Islamiyah, Abu Bakar membawa harta itu ke Masjid Nabawi dan membagi-bagikannya kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Untuk urusan ini, Khalifah Abu Bakar telah mewakilkan kepada Abu Ubaidah bin al-Jarrah. Hal ini diketahui dari pernyataan Abu Ubaidah bin al-Jarrah saat Abu Bakar dibaiat sebagai Khalifah. Abu Ubaidah saat itu berkata kepadanya: “Saya akan membantumu dalam urusan pengelolaan harta umat”
Kemudian pada tahun kedua kekhalifahannya (12 H/633 M), Abu Bakar merintis embrio Baitul Maal dalam arti yang lebih luas. Baitul Maal bukan sekedar berarti pihak (al- Jihat) yang menangani harta umat, namun juga berarti suatu tempat (al-Makan) untuk menyimpan harta negara. Abu Bakar menyiapkan tempat khusus di rumahnya berupa karung atau kantung (ghirarah) untuk menyimpan harta yang dikirimkan ke Madinah. Hal ini berlangsung sampai wafat beliau pada 13 H/634 M
Adapun prestasi yang lain yang ditempuh pada masa pemerintahan Abu Bakar adalah :
1. Perbaikan sosial (masyarakat)
2. Pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an
3. Perluasan dan penyebaran agama Islam
4. Menghadapi orang murtad dan orang yang tidak membayar zakat
5. Memberantas orang-orang yang menganggapnya beliau sebagai nabi.

D. Wafatnya Abu Bakar
Khalifah Abu Bakar ra. Meniggal dunia, senin, 23 agustus 624 M setelah lebih kurang 15 hari terbaring di tempat tidur. Dia berusia 63 tahun dan kekhalifahannya berlangsung 2 tahun 3 bulan 11 hari.
Dalam masa yang singkat itu Abu Bakar telah menghadapi sat-saat yang amat genting. Dapat kita katakan bahwa pada permulaan saat-saat yang amat genting itu Abu Bakar adalah berdiri sendiri, kemudian berkat iman dan keyakinannya yang kuat, maka kaum Muslimin lekas juga menyokong dan mendukung pendapat dan buah pikirannya. Dalam keadaan yang demikian beliau dapat mengerahkan kaum muslimin menghancurkan syirik dan memberantas keragu-raguan dan waham, malah beliau dapat pula mengerahkan mereka menggulingkan singgasana Kisrah (raja Persia) dan Kaisar (raja Romawi). Kalau ada suatu peristiwa besar yang terjadi di masa permulaan Islam, maka nama Abu Bakar selalu kelihatan dengan jelas di dalamnya. Semoga Allah yang Maha Kuasa melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya kepada arwah beliau.Beliau telah mencerminkan seluruh nilai-nilai dan norma-norma keislaman yang tinggi dan murni.



BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pada masa awal pemerintahannya, Abu Bakar banyak menghadapi gangguan dari berbagai golongan, antara lain orang-orang murtad, golongan yang tidak mau membayar zakat, dan nabi palsu.
Golongan orang yang tidak mau membayar zakat, kebanyakan berasal dari kabilah yang banyak yang tinggal di kota Madinah, seperti Bani Gathfan , Bani Bakar, dan lain-lain.
Mereka beranggapan bahwa membayar zakat hanya kepada Nabi Muhammad, dan setelah Nabi wafat, maka tidak ada lagi kewajiban untuk membayar zakat.
Tetapi golongan terbesar dari mereka yang tidak mau membayar zakat adalah karena salah memahamkan ayat suci Al-Qur’an At-Taubah 103.
Seperti halnya masa Rasulullah, pada era Abu Bakar kondisi perekonomian masih relatif sederhana
Karena kehidupan ekonomi pada waktu itu masih sederhana, maka yang diatur pada era kenabian dan juga pada era Khulafaur-Rasyidin hanyalah masalah harta, riba, zakat, transaksi, pertukaran, harga, atau mudarabah.
Adapun prestasi yang lain yang ditempuh pada masa pemerintahan Abu Bakar adalah :
1. Perbaikan sosial (masyarakat)
2. Pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an
3. Perluasan dan penyebaran agama Islam
4. Menghadapi orang murtad dan orang yang tidak membayar zakat
5. Memberantas orang-orang yang menganggapnya beliau sebagai nabi.



[1] Prof, Sya’labi Ahmad, Sejarah dan Kebudayaan Islam (I), Jakarta; PT. Pustaka Al Husna BAM 2007, hlm 200.
[2] M.A. Zabawi, Economic and Fiscal System During Khalifat Er-rasyid, dalam journal of Islamic Banking and Finance, Karachi, Vol.2, No.4, 1985, hlm 50
[3] Ir. H. Adiwarmawan Azwar Karim, SE, M.B.A., M.A.E.P, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, edisi ke 2. Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 2004.hlm 55.
[4] Ibid hlm 49

1 komentar:

  1. bagaimana cara abu bakar dalam mengelola barang tambang bidang ekonomi???

    BalasHapus