PENDAHULUAN
Kafalah artinya mengumpulkan, menanggung dan menjamin. Persoalan kafalah dalam fiqh islam berkaitan dengan masalah utang-piutang antara seseorang dan pihak lain dengan melibatkan pihak ke tiga sebagai penjamin.
Asuransi adalah suatu persetujuan dimana pihak yang meminjam berjanji kepada pihak yang dijamin untuk menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian, yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas akan terjadi.
Di dalam makalah ini akan dijelaskan tentang kafalah dan hubungannya dengan asuransi. Yang mana terdapat banyak pendapat dari ulama- ulama tentang asuransi dan kafalah.
BAB II
KAFALAH DAN HUBUNGANNYA DENGAN ASURANSI
1. KAFALAH
A. Pengertian kafalah
Al-kafalah menurut bahasa berarti al-dhaman (jaminan), hamalah (beban) dan za’amah (tanggungan). Sedangkan menurut istilah yang dimaksud dengan al-kafalah sebagai mana dijelaskan oleh para ulama dijelaskan sebagai berikut:
Jumhur ulama mendifinisikan kafalah dengan mengumpulkan tanggung jawab penjamin dengan tanggung jawab orang yang dijamin dalam masalah hak atau utang, sehingga hak atau utang itu menjadi tanggung jawab keduanya.
Madzhab hanafi mendefinisikan dengan mempersatukan tanggung jawab dengan tanggung jawab lainnya dalam hal tuntutan secara mutlak, baik berkaitan dengan jiwa, utang, materi, maupun pekerjaan.[1]
Perbedaan definisi ini terlihat dalam persoalan objek tanggung jawab tersebut. Ulama madzhab hanafi mengatakan bahwa objek kafalah tidak hanya menyangkut harta, melainkan juga jiwa, materi dan pekerjaan. Sementara itu jumhur ulama mengatakan bahwa objek kafalah tersebut berkaitan dengan harta. Seperti utang piutang. Dengan demikian definisi madzhab hanafi lebih umum objeknya dibandingkan dengan definisi jumhur ulama.
B. Dasar hukum
Kafalah diisyaratkan oleh Allah SWT. Terbukti dengan firmanNya:
(#qä9$s% ߉É)øÿtR tí#uqß¹ Å7Î=yJø9$# `yJÏ9ur uä!%y` ¾ÏmÎ/ ã@÷H¿q 9Ž�Ïèt/ O$tRr&ur ¾ÏmÎ/ ÒOŠÏãy— ÇÐËÈ
72. Penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan Aku menjamin terhadapnya".
Ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa kafalah dibolehkan karena mengandung maksud yang baik yaitu tolong menolong antara sesame manusia dalam masalah utang piutang. Baik yang menyangkut harta maupun jiwa. Dasar hokum yang membolehkan ini adalah fiman Allah yang diatas.
Dasar hukum yang kedua adalah al-sunnah, dalam hal ini Rasulullah Saw bersabda:ﺍﻟﻌﺎﺭﻳﺔﻣﺆﺫﺓﻭﻟﺰﻋﻳﻢﻏﺎﺭﻢ(ﺭﻭﺍﻩﺍﺑﻦﻣﺎﺟﺢ)
C. Rukun dan syarat Kafalah
Menurut madzhab Hanafi, rukun al-kafalah satu, yaitu ijab dan Kabul (aljaziri 1969:226). Sedangkan menurut para ulama yang lainya rukun dan syarat alkafalah adalah sebagai berikut: [2]
1. Dhamin kafil atau za’im, yaitu orang yang menjamin dimana ia disyaratkan sudah baligh, berakal, tidak dicegah membelanjakan hartanya (mahjur) dan dilakukan dengan kehendaknya sendiri.
2. Madmun lah, yaitu orang yang berpiutang, syaratnya ialah bahwa yantg berpiutang diketahui oleh yang menjamin. Madmunlah disebut juaga dengan makfullah, madmunlah disyaratkan dikenal oleh penjamin karena manusia tidak sama dalam hal tuntutan, hal ini dilakukan demi kemudahan dan kedisiplinan.
3. madmun ‘anhu atau makful ‘anhu adalah orang yang berutang.
4. Lafadz, disyaratkan keadaan lafadz itu berarti menjamin, tidak digantungkan kepada sesuatu dan tidak berarti sementara.
D. Macam-macam al-kafalah
Secara umum al-kafalah dibagi menjadi dua bagian, yaitu kafalah dengan jiwa dan kafalah dengan harta. kafalah dengan jiwa dikenal dengan al-kafalh bi al-wajhi, yaitu adanya kemestian (keharusan) pada pihak penjamin (al-kafil,aldhamin atau al-zaim) untuk menghadirkan orang yang ia tanggung kepada yang ia janjikan tanggungan.
Jaminan yang menyangkut masalah manusia boleh hukumnya. Orang yang ditanggung tidak mesti mengetahui permasalahan karena kafalah menyangkut badan bukan harta. Penanggungan tentang hak Allah, seperti had al-khamar dan had menuduh zina tidak sah. Alasan berikutnya ialah karena menggugurkan dan menolak had adalah perkara syubhat.
Madzhab syafi’i berpendapat bahwa kafalah dinyatakan tidak sah dengan menghadirkan orang yang terkena kewajiban menyangkut hak manusia, seperti qishas dan qadzaf karena kedua hal tersebut menurut syfiiyah termasuk hal yang lazim.
Ibnu hazim menolak pendapat tersebut. Menjamin dengan menghadirkan badan pada pokoknya tidak boleh, baik menyangkut persoalan harta maupun menyangkut masalah had. Syarat apapun yang tidak terdapat dalam kitabullah adalah bathil.
Namun sebagian ulama membenarkan adanya kafalah jiwa, dengan alas an bahwa Rasulullah Saw pernah menjamin urusan tuduhan. Namun, menurut ibnu hazm bahwa hadis yang menceritakan tentang penjaminan rasulullah adalah bathil. Karena hadis tersebut diriwatkan oleh Ibrahin khaitsam bin arrak.
Kafalah yang kedua ialah kafalah harta, yaitu kewajiban yang mesti ditunaiakan oleh dhamin atau kafil dengan pembayaran berupa harta. Kafalah harta ada tiga macam yaitu:
1. Kafalah bi al-dayn, yaitu kewajiban membayar hutang yang menjadi beban orang lain. Dalam kafalah hutang disyaratkan sebagai berikut:
Hendaklah nilai barang tersebut tetap pada waktu terjadinya trnsaksi jaminan, seperti utang qiradh, upah dan mahar.
Hendaklah barang yang dijamin diketahui
2. Kafalah dengan penyerahan benda, yaitu kewajiban menyerahkan benda-benda tertentu yang ada ditangan orang lain, seperti mengembalikan barang yang dighasab.
3. Kafalah dengan aib’, maksudnya bahwa barang yang didapat berupa harta terjual dan mendapat bahaya (cacat) karena waktu yang terlalu lama atau karena hal-hal lainnya.
E. Pelaksanaan al-kafalah[3]
Kafalah dapat dilaksanakan dengan tiga bentuk, yaitu a) munjaz (tanjiz), b) mu’allaq (ta’liq) dan c) mu’aqqat (tauqit).
Munjaz atau tanjiz ialah tanggungan yang ditunaikan seketika seperti seseorang berkata “saya tanggung fulan dan saya jamin si fulan sekarang”
Mu’allaq atau ta’liq adalah menjamin sesuatu dengan dikaitkan pada sesuatu, seperti seseorang berkata “ jika kamu mengutangkan padsa anakkuu, maka aku akan membayarnya.
Mu’aqqat atau ta’qit adalah tanggungan yang harus dibayar dengan dikaitkan pada suatu waktu, seperti ucapan seseorang “ bila di tagih bulan ramadhan, maka aku yang menanggung pembayaran hutangmu”
Berakhirnya akad kafalah apabila berkaitan dengan harta
Utang telah dilunasi oleh makful anhu maupun alkafil
Almakful anhu menggugurkan utang tersebut
Dan berakhirnya akad kaflah apabila berkaitan denga masalah jiwa
Al-kafil menyerahkan al-makful anhu atau almakful anhu menyerahkan dirinya sendiri sesuai dengan waktu dandan tempat yang telah ditentukan.
Al-makful lahu menggugurkan hak tuntutannya kepada kafil atau al-makful anhu.
- ASURANSI
A. Pengertian
Menurut pasal 246 wetboek van koophandel ytang dimaksud asuransi adalah suatu persetujuan dimana pihak yang meminjam berjanji kepada pihak yang dijamin untuk menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti uang kerugian, yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas akan terjadi.[4]
B. Macam-macam asuransi
a. Asuransi timbal balik
b. Asuransi dagang
c. Asuransi pemerintah
d. Asuransi jiwa
e. Asuransi atas bahaya yang menimpa badan
f. Asuransi terhadap bahaya-bahaya pertanggung jawaban sipil.
C. Pendapat ulama tentang asuransi
Masalah asuransi dalam pandangan ajaran islam termasuk masalah ijtihadiyah, artinya hukumnya perlu dikaji sedalam mungkin karena tidak dijelaskan oleh al-qur’an dan as-sunah secara eksplisit. Dikalangan ulama atau cendikiawan muslim terdapat 4 pendapat tentang hukum asuransi, yaitu:
a. Mengharamkan asuransi dalam segala macam dan bentuknya termasuk asuransi jiwa. Kelompok ini antara lain Sayyid Sabiq, Abdullah al-qolqili, Muhammad yusuf alqardhawi, dan Muhammad bakhit al-muth’I dengan alas an sebagai berikut:
Asuransi pada hakikatnya sama dengan judi.
Mengandung unsur tidak jelas dan tidak pasti
Mengandung unsure riba
Mengandung unsur eksploitasi karena apabila pemegang polis tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya, bisa hilang atau dikurangi uang preminya
Premi-premi yang telah dibayarkan oleh para pemegang polis diputar dalam pratik riba
Asuransi termasuk akad sharfi artinya jual beli atau tukar menukar mata uang tidak dengan uang tunai
Hidup dan matinya manusia dijadikan objek bisnis, yang berarti mendahului takdir tuhan yang Maha Esa.
b. Membolehkan semua asuransi dalam praktik dewasa ini.
Pendapat ini dikemukakan oleh abdul wahab khalaf, Mustafa ahmad zarqa, Muhammad yusuf musa, dengan alas an-alasan yang dikemukan sebagai berikut;
Tidak ada nash Alqur’an maupun nash alhadis yang melarang asuransi
Kedua phak yang berjanji dengan penuh kerelaan menerima operasi ini dilakukan dengan memikul tanggung jawab masing-masing
Asuransi tidak merugikan salah satu atau kedua belah pihak dan bahkan asuransi menguntungkan kedua belah pihak
Asuransi mengandung kepentingan umum
Asuransi termasuk akad mudharabah
Asuransi termasuk syirkah ta’awuniyah
Dianalogikan atau diqiyaskan dengan sistem pension
Operasi asuransi dilakukan untuk kemaslahatan umum dan kepentingan bersama
Asuransi menjaga banyak manusia dari kecelakaan harta benda, kekayaan dan kepribadian.
c. Membolehkan asuransi yang bersifat sosial dan mengharamkan asuransi yang bersifat komersial semata.
Pendapat ini dikemukakan oleh Muhammad abu zahrah. Alasan yang dapat digunakan untuk membolehkan asuransi yang bersifat sosial sama dengan alasan pendapat kedua, sedangkan pengharaman asuransi bersifat komersial semata-mata pada garis besarnya sama dengan alas an pendapat pertama.
d. Menganggap bahwa asuransi bersifat syubhat karena tidak ada dalil-dalil syar’i yang secara jelas mengharamkan ataupun secara jelas menghalalkannya.
- KAFALAH HUBUNGANNYA DENGAN ASURANSI
Antara pengertian kafalah dan asuransi itu saling berhubungan satu sama lain, yakni sama-sama megumpulkan tanggung jawab antara penjamin dan orang yang dijamin dalam masalah hak, berupa jiwa.
BAB III
PENUTUP
Pada prinsipnya semua asuransi termasuk asuransi jiwa itu boleh menurut pandangan islam. Untuk memasyaratkan asuransi dikalangan bangsa Indonesia yang mayoritas agama islam, hendaknya pihak perusahaan asuransi meengadakan pembaharuan manajemen dan sistem asuransi dengan memperhatikan prinsip-prinsip dan jiwa syariat islam.
DAFTAR PUSTAKA
Suhendi, Hendi 1997, Fiqh Muamalah, Jakarta ,Pt Raja Grafindo.
Muslehuddin, Mohammad 1997, Asuransi dalam islam, Jakarta , Bumi aksara.
Zuhdi, Masjfuk 1994, masail fiqhiyah, Malang , Pt Toko Gunung Agung.
Dahlan, Abdul Aziz 1996. Ensiklopedi hukum islam, icktiar bar van hoeve, Jakarta .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar